Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kredit Bermasalah Jadi Problem Industri Perbankan Tahun Ini

Setelah diterpa masalah likuiditas pada tahun lalu, pada tahun ini perburukan kualitas kredit akan menjadi masalah yang dihadapi para pelaku industri perbankan nasional.
Setelah diterpa masalah likuiditas pada tahun lalu, pada tahun ini perburukan kualitas kredit akan menjadi masalah yang dihadapi para pelaku industri perbankan nasional./JIBI
Setelah diterpa masalah likuiditas pada tahun lalu, pada tahun ini perburukan kualitas kredit akan menjadi masalah yang dihadapi para pelaku industri perbankan nasional./JIBI

Bisnis.com, JAKARTA -- Setelah diterpa masalah likuiditas pada tahun lalu, pada tahun ini perburukan kualitas kredit akan menjadi masalah yang dihadapi para pelaku industri perbankan nasional.

Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) Maryono mengatakan rasio kredit bermasalah atau non performing loanmenjadi masalah yang dihadapi dunia perbankan akibat kondisi ekonomi domestik yang belum stabil dan menguatnya nilai dolar Amerika Serikat.

"Bank-bank akan fokus menurunkan NPL dan jangan sampai terlambat antisipasi NPL tahun ini. Salah satunya, perbankan harus melakukan strategi kehati-hatian dalam menyalurkan kredit," ucapnya di Jakarta, Rabu (18/3).

Menurut Maryono, sektor kontruksi menjadi sektor yang harus diwaspadai. Dirinya menuturkan perlambatan perputaran likuiditas menjadi penyebab perburukan kualitas kredit di sektor ini.

Adapun sepanjang tahun lalu, BTN terpantau membukukan NPL gross untuk kredit konstruksi mencapai 5,13% atau  naik dari 4,75% di akhir 2013. Hingga akhir 2014 tersebut, emiten berkode saham BBTN ini mencatatkan penyaluran kredit ke sektor konstruksi senilai Rp11,02 triliun atau naik dari Rp10,66 triliun di periode yang sama tahun sebelumnya.

"Untuk tahun ini, kami targetkan NPL kami di bawah 3%," tuturnya.

Sebelumnya, Deputi Komisioner OJK Irwan Lubis memperkirakan dampak pelemahan nilai tukar rupiah bisa mendorong peningkatan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) menjadi 3%. Dirinya mengatakan pelemahan rupiah akan lebih berbahaya bagi perbankan jika kinerja sektor riil anjlok. "Second round ini lewat jalur debiturnya, kalau misalnya pedagang anjlok omsetnya, dia kenasecond round," ungkapnya.

Hingga Januari 2015 rasio NPL kotor perbankan mencapai 2,28% dan berpotensi mencapai 3% jika kinerja sektor riil terus terpukul. OJK mencatat sejumlah sektor mengalami penurunan kualitas kredit, yaitu sektor konstruksi mencatat NPL tertinggi sebesar 5% disusul sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 3,4%.

Sementara itu, sektor pertambangan & penggalian mencatat kenaikan NPL tertinggi sebesar 150 basis poin menjadi 2,4%. Sektor lain yang mencatat kenaikan yakni industri pengolahan menjadi 1,9%. Adapun, sektor transportasi, pergudangan, dan telekomunikasi mencatat kenaikan NPL sebesar 90 bps menjadi 3%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper