Bisnis.com, JAKARTA - EU-ASEAN Business Council (ABC) meyakini pertumbuhan industri perasuransian di Asia Tenggara bakal tergenjot signifikan menjelang pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) tahun ini.
Berdasarkan riset resmi yang dikeluarkan oleh EU-ABC, penetrasi asuransi di Asean mencapai 3,2% pada 2013, dan berpeluang untuk terus tumbuh di atas penetrasi rata-rata negara berkembang yang pada saat sama sebesar 2,7%.
Tidak hanya itu, EU-ABC menilai industri perasuransian Asean memainkan peran penting dalam menyediakan sumber pembiayaan jangka panjang.
Pasalnya, kawasan yang terdiri dari 10 negara ini masih berupaya keras dalam mengurangi kesenjangan penyediaan infrastruktur.
Meskipun begitu, dalam riset yang sama menyatakan perkembangan industri asuransi masih harus menghadapi tantangan antara lain rendahnya literasi keuangan, termasuk dalam hal ini adalah berasuransi.
“Industri asuransi memiliki peran penting dalam pengembangan pasar keuangan di Asean, yaitu menyediakan perlindungan bagi masyarakat, bisnis, dan pemerintahan, serta menjadi sumber pendanaan bagi jangka panjang,” kata Executive Director EU-ABC Chris Humphrey melalui keterangan resminya, Senin (23/3).
Namun, tambahnya, pemerintah dinilai harus turut serta dalam menggenjot perkembangan industri asuransi di Asean. Adapun, EU-ABC memberikan beberapa rekomendasi antara lain kelonggaran pembatasan kepemilikan asing, mengijinkan transfer dan repatriasi modal, akses tak terbatas ke reasuransi lintas batas Asean yang memenuhi persyaratan solvabilitas, dan jaminan investasi jangka panjang.
“Industri asuransi di Eropa telah banyak berinvestasi di Asean, saya kira, jika integrasi ekonomi Asean dilakukan seluas-luasnya, potensi perkembangan asuransi bakal terdongkrak,” ucapnya.
Setidaknya, sejumlah perusahaan asuransi jiwa terkemuka di Eropa, misalnya Prudential Plc yang berpusat di Inggris, Zurich Group yang berbasis di Zurich, dan Generali Group dari Italia telah memiliki jangkauan hingga Asian Tenggara.
Bahkan, Prudential Plc yang beroperasi di Asia mencatatkan pertumbuhan penjualan Annual Premium Equivalent (APE) mencapai 14% pada kuartal III/2014. Raksasa asuransi jiwa ini memiliki jaringan bisnis yang tersebar di 13 negara, tujuh diantaranya adalah kawasan Asia Tenggara yaitu Kamboja, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
Khusus di Indonesia, perusahaan asuransi asing memang tidak diperbolehkan untuk langsung membuka cabangnya, tetapi diharuskan melalui mekanisme usaha patungan (joint venture) dengan akuisisi atau merger.
Sementara itu, porsi kepemilikan asing di industri perasuransian memang masih ditunggu kejelasannya melalui peraturan pemerintah (PP).
Pasalnya, dalam pembahasan Undang-Undang Perasuransian yang disahkan November tahun lalu, pemerintah dan legislator gagal mencapai kata sepakat terkait besaran porsi asing dalam sektor asuransi.
“Semua masih dibahas di Kementerian Keuangan. Belum ada kepastian mengenai besaran kepemilikan asing. Kami inginnya, pembatasan itu dapat mengakomodasi investor lokal. Kalau aturan sudah keluar, mereka [perusahaan asuransi patungan] bisa menjualnya ke investor lokal atau go public,” kata kata Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Firdaus Djaelani.
Jika dirinci, kebanyakan porsi kepemilikan asing di Indonesia berkisar 90%- 80%, itu tergolong lebih tinggi dibandingkan negara-negara di Asia a.l Malaysia yang memiliki plafon atas 70%, dan 49% untuk Thailand dan India.