Bisnis.com, JAKARTA—Meski Undang-undang Perbankan sulit untuk dijadikan payung hukum dalam upaya pengembalian arus modal yang diparkir di luar negeri (repatriasi), namun opsi Peraturan Pemerintah melalui strategi perpajakan tetap bisa dilakukan.
Demikian kesimpulan pada diskusi Forum Legislasi bertema Revisi UU Perbankan di Gedung DPR, Selasa (24/3/2015). Turut menjadi nara sumber pada diskusi itu Deputi Gubenur Bank Indonesia Halim Alamsyah, mantan Menkeu era Orde Baru, Fuad Bawazier serta anggota Komisi XI DPR masing-masing Gus Irawan Pasaribu dan Mokhamad Misbakhun.
Menurut Fuad Bawazier, repatriasi atas modal pengusaha Indonesia di luar negeri yang mencapai di atas Rp3.000 triliun sangat dibutuhkan pada saat ini. Pasalnya, Indonesia tengah membutuhkan modal untuk pembangunan infrastruktur dan sejumlah program pemerintah lainnya.
Namun, dia menilai Undang-undang Perbankan akan sulit untuk mendorong pengembalian modal tersebut. Menurutnya, pemerintah melalui peraturan pemerintah bisa melakukan hal itu melalui kerjasama kebijakan fiskal dan moneter dengan negara tempat modal tersebut diparkir, seperti di Singapura.
Selain itu, dia mengusulkan perlunya pembebasan pajak atas seluruh uang yang dijadikan modal baru untuk usaha yang berasal dari luar negeri. Dengan demikian, ujarnya para pengusaha akan terdorong untuk memasukkan modalnya kembali ke Tanah Air.
“Saya kira hal itu bisa dilakukan melalui peraturan pemerintah serta melalui kerjasama fiskal dan moneter,” ujarnya.
Sementara itu, Gus Irawan mengatakan bahwa repatriasi modal dari luar negeri bisa dilaklukan melalui kebijakan pemerintah. Sependapat dengan Fuad, dia mengatakan repatriasi modal sulit diatur oleh Undang-undang Perbankan.
Dia mengakui pengusaha nasional lebih nyaman memarkir modalnya di luar negeri karena berbagai kemudahan kebijakan perbankan. []