Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

UNTUNG BESAR TRANSAKSI VALAS: DPR Harus Minta BPK Periksa BI

DPR didesak segera meminta Badan Pemeriksa Keuangan mengaudit pelaksanaan operasi moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI), mengingat adanya konflik kepentingan yang menyebabkan bank sentral setengah hati mengamankan target nilai tukar yang diamanahkan UU APBN.
Bank Indonesia/Ilustrasi-Bisnis
Bank Indonesia/Ilustrasi-Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA—DPR didesak segera meminta Badan Pemeriksa Keuangan mengaudit pelaksanaan operasi moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI), mengingat adanya konflik kepentingan yang menyebabkan bank sentral setengah hati mengamankan target nilai tukar yang diamanahkan UU APBN.

Roso Daras, peneliti Garuda Institute, mengatakan undang-undang tidak mengizinkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memeriksa operasi moneter BI selama pemeriksaan tersebut tidak didahului oleh permintaan dari DPR.

“Karena itu, kami mendesak DPR meminta BPK mengaudit operasi moneter BI,” ujarnya, Senin (3/8).

Sebelumnya diberitakan BI meraih surplus Rp41 triliun pada 2014, dengan penghasilan Rp93 triliun, naik Rp22 triliun dari tahun sebelumnya Rp71 triliun. Kontributor utamanya selisih kurs transaksi valas, yang lompat Rp18 triliun dari Rp34 triliun jadi Rp52 triliun. Surplus, penghasilan, dan laba kurs itu rekor tertinggi dalam sejarah BI.

Namun, dalam laporan keuangannya, BI menyatakan pendapatan selisih kurs transaksi valas itu adalah dampak dari penjabaran transaksi valas ke rupiah dalam rangka pengelolaan devisa dan pelaksanaan kebijakan moneter. “Meningkatnya pendapatan itu bukan tujuan, namun dampak dari pelaksanaan kebijakan yang ditempuh BI.”

Laporan itu juga menyebutkan, pada 2014 BI menggunakan dana cadangan tujuan—yang bersumber dari surplus akibat laba kurs tadi—sebesar Rp806 miliar. Perinciannya, Rp757 miliar untuk pembaruan dan penggantian aset tetap, sisanya Rp49 miliar untuk pengembangan organisasi dan sumber daya manusia.

Audit operasi moneter itu penting karena di sisi lain undang-undang juga tak memaksa BI menyerahkan seluruh surplusnya ke pemerintah hingga berkontribusi ke penerimaan negara atau juga ke cadangan devisa.  Sebaliknya, undang-undang malah memerintahkan pemerintah untuk menalangi BI apabila neraca keuangannya defisit.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari BI. Namun, beberapa waktu lalu pasar juga sempat mempertanyakan kredibilitas BI, menyusul langkah tak terduga penurunan BI Rate. Dan sejak akhir pekan lalu, nilai tukar rupiah telah menembus batas psikologis baru, Rp13.500 per dolar AS, tertinggi sejak krisis moneter 1998.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper