Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Penyebab BOPO Bank Syariah Masih Tinggi

Rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) perbankan syariah Tanah Air saat ini masih tinggi. Apa saja penyebabnya?
Karyawan BNI Syariah melayani nasabah, belum lama ini. /Bisnis.com-Abdullah Azzam
Karyawan BNI Syariah melayani nasabah, belum lama ini. /Bisnis.com-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) perbankan syariah Tanah Air saat ini masih tinggi.

Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia yang diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Juli 2015 angka BOPO bank syariah berada di level 96,98% (angka sementara).

Sepanjang tahun ini, angka BOPO bank syariah berada di kisaran 94% hingga 96%.

Direktur Utama PT BNI Syariah Dinno Indiano mengatakan level BOPO yang tinggi ini selain disebabkan oleh opex (operational expenses), juga disebabkan oleh pencadangan yang terbentuk akibat pembiayaan bermasalah (non performing financing/NPF).

"Beberapa bank syariah bikin cadangan yang lebih karena di tengah kondisi ekonomi seperti sekarang ini NPF pasti meningkat," ujarnya di Jakarta, Senin (21/9/2015).

Biaya investasi, terutama gaji pegawai, juga disebut Dinno menjadi penyebab tingginya BOPO. Dinno menyebut hal ini disebabkan perbankan syariah umurnya masih relatif muda dibandingkan perbankan konvensional.

Direktur Bisnis BNI Syariah Imam Teguh Saptono mengatakan angka BOPO perseroan saat ini masih berada di sekitar angka 90%.

Dia optimistis dibandingkan tahun lalu BOPO perseroan terjadi penurunan. Hal ini disebabkan pada tahun lalu perseroan membuka beberapa kantor cabang dan baru berkontribusi pada tahun ini.

Senada, Direktur Utama PT Bank Syariah Mandiri (BSM) Agus Sudiarto mengatakan BOPO perbankan syariah masih tinggi akibat biaya provisi.

Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) ini menyebutkan BOPO perusahaan yang dipimpinnya masih berada di angka 91,57% per kuartal I/2015.

"Biaya provisi kami masih tinggi, itu tandanya kualitas pembiayaan existing kami masih perlu perbaikan," katanya.

Agus menuturkan pada tahun lalu, biaya pencadangan perseroan lebih dari Rp1 triliun.

Adapun pada tahun ini, Direktur Keuangan dan Strategi BSM Agus Dwi Handaya mengatakan perseroan menganggarkan biaya pencadangan senilai Rp500 miliar hingga Rp700 miliar pada tahun ini.

Per semester I, biaya yang dicadangkan senilai Rp200 miliar hingga Rp300 miliar. Menurutnya, biaya pencadangan perseroan dapat turun apabila BSM berhasil menghimpun kembali pembiayaan-pembiayaan bermasalah.

"Collection itu mengurangi PPAP. Sampai akhir tahun, kami targetkan collection kami sekitar Rp400 miliar. Kalau bisa ya lebih supaya tidak ada biaya PPAP," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper