Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Klaim JHT Capai Rp16,8 Ttriliun, OJK: Tidak Apa-apa

Otoritas Jasa Keuangan tidak mempermasalahkan penarikan dana Jaminan Hari Tua yang diperkirakan mencapai Rp16,8 triliun hingga akhir 2015 dari sitem keuangan nasional.
Warga mengantre pelayanan pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Solo, Selasa (1/9). Antrean terjadi pada hari pertama pencairan JHT untuk karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan berhenti kerja. /Bisnis.com
Warga mengantre pelayanan pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Solo, Selasa (1/9). Antrean terjadi pada hari pertama pencairan JHT untuk karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan berhenti kerja. /Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan tidak mempermasalahkan penarikan dana Jaminan Hari Tua yang diperkirakan mencapai Rp16,8 triliun hingga akhir 2015 dari sitem keuangan nasional.

Asep Suwondo, Plt. Direktur Pengawasan Dana Pensiun dan BPJS Ketenagakerjaan mengatakan jika memang sudah waktunya peserta menarik karena telah memasuki usia pensiun atau penarikan lain yang diizinkan sesuai dengan aturan maka pencairan dapat dilakukan.

"[Sepanjang] sesuai dengan ketentuan yang berlaku seharusnya tidak apa apa," kata Asep di Jakarta, Senin, (28/9/2015).

Risza Bambang, Direktur Utama PT Padma Radya Aktuaria menuturkan penarikan dana JHT dikarenakan adanya celah hukum yang terjadi. Risza mengatakan jika karyawan berhenti bekerja sesuai undang-undang No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan seharusnya mendapatkan pesangon. Akan tetapi dalam aturan ini ada celah perusahaan tidak perlu membayar pekerja jika mengundurkan diri.

"Seharusnya ketika berhenti pekerja tidak perlu mengganggu JHT [kalau pesangon dibayarkan]. Perusahaan tidak memberikan kerja yang sesuai bidangnya tentu akhirnya memilih resign [Sehingga tidak perlu membayar pesangon]," katanya.

Risza juga menyoroti penarikan dana secara masif oleh BPJS TK dari pasar keuangan bakal mengganggu kinerja perusahaa. Pasalnya kata Risza, saat ini peserta yang patuh membayar premi sesuai undang-undang masih terbatas.

"Realitanya tidak semua perusahaan patuh mendaftar sehingga capaian tidak sesuai target. Realita dan harapan tidak sinkron" katanya.

Selain itu, penarikan dana secara masif untuk pembayaran JHT juga diluar perkiraan ketika rancangan anggaran tahunan disiapkan. Risza memperkirakan target dana kelolaan perusahaan sesuai yang tercantum dalam rencana kerja sulit terpenuhi. Demikian juga dengan imbal hasil yang ditargetkan, Risza memperkirakan perusahaan tidak akan dapat memenuhinya.

"Peserta jug tidak pernah tahu pengelolaan dana mereka, untuk itu DJSN, OJK dan dewan pengawasnya harus mendorong badan lebih transparan," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Anggara Pernando
Editor : Fatkhul Maskur

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper