Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah perlu mempertimbangkan layanan manfaat yang diberikan kepada peserta Jaminan Kesehatan Nasional jika semakin memberatkan sistem keuangan negara.
Agus Pambagio, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia menuturkan negara seperti New Zealand juga menerapkan layanan kesehatan yang menanggung seluruh penyakit. Dia mengatakan konsekuensinya negara mengenakan pajak tinggi.
"[Jika di Indonesia] Negara terus yang dibebani [karena BPJS Defisit] ya tidak bisa, manfaatnya yang harus di potong," kata Agus di Jakarta, yang dikutip Kamis, (29/10/2015).
Lebih lanjut dia mengatakan, dalam aturan disebutkan negara memberikan jaminan dasar kesehatan. Artinya penafsiran jaminan dasar diserahkan kepada pemerintah untuk ditafsirkan.
Apakah jaminan ini melingkupi semua penyakit seperti yang saat ini dijalankan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan atau merupakan penyakit tertentu yang tidak sanggup ditanggung oleh masyarakat. Sakit yang membuat penderitanya jatuh ke jurang kemiskinan.
"Formulasi [iuran] juga harus dilihat lagi, [saat ini] harga telah naik. Skema BPJS juga harus disusun ulang, berapa negara sanggup subsidi," katanya.
Dia mengatakan program Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial ini membantu banyak orang, akan tetapi program ini tidak sepenuhnya berjalan baik. Dia mengatakan banyak masyarakat yang memiliki prilaku buruk dengan tidak taat membayar iuran. Akibatnya pembiayaan program dari waktu kewaktu semakin defisit.
"Maka kalau sekarang diputuskan semua penyakit ditanggung oleh BPJS, maka iur dong dengan gotong royong," katanya.
Punawarman Basundoro, Direktur Hukum, Komunikasi dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan mengatakan benefit yang diberikan oleh lembaganya merupakan amanat yang ditetapkan oleh pemerintah. Untuk itu pihaknya tidak dalam posisi dapat mengurangi atau menambah layanan.
Dia mengatakan permasalahan benefit merupakan tema yang paling sensitif di bahas. Saat ini yang dilakukan BPJS menetapkan 144 penyakit harus selesai difasilitas kesehatan tingkat pertama.
"Sejauh ini belum ada wacana untuk mengurangkan manfaat," katanya.