Bisnis.com, JAKARTA – Penetrasi industri asuransi syariah Indonesia masih terbilang sangat rendah.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman D. Hadad mengatakan hingga September 2015 tingkat penetrasi industri asuransi berbasis syariah itu baru mencapai 0,08%.
Angka tersebut menunjuukan perbandingan antara total premi bruto asuransi syariah terhadap perdapatan domestik bruto (PDB).
Nilai premi per kapita atau densiti, kata Muliaman, pun masih sangat kecil.
“Densitas industri asuransi syariah baru mencapai Rp40.000,” ungkapnya di sela-sela Insurance Day , Jumat (6/11/2015) malam.
OJK juga mencatat tingkat penetrasi industri asuransi konvensional hingga akhir September 2015 mencapai 2,51%.
Capaian tersebut masih jauh tertinggal dibandingkan negara Asean lainnya seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Meskipun begitu, Muliaman menegaskan kondisi itu dapat dilihat sebagai peluang besar untuk digarap oleh para pelaku di industri jasa keuangan.
Apalagi, Indonesia memiliki jumlah penduduk terbesar di Asean dan menjadi yang keempat terbesar di dunia.
“Dengan pertumbuhan kelas menengah yang tinggi yang mulai membutuhkan layanan beyond banking khususnya pelayanan produk asuransi untuk melindungi harta bendanya,” katanya.
Adapun, hingga September 2015 terdapat lebih dari 137 perusahaan asuransi konvensional, 52 perusahaan asuransi dan unit usaha yang menyelenggarakan prinsip syariah, 168 perusahaan pialang asuransi, 28 perusahaan pialang reasuransi, dan 28 perusahaan penilai kerugian/loss adjuster.