Bisnis.com, JAKARTA--Bank Indonesia memproyeksikan adanya ruang penambahan ekspansi penyaluran kredit perbankan sebesar 0,6% hingga 1% melalui kebijakan penurunan giro wajib minimum primer rupiah.
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Solikin M. Juhro mengatakan bank sentral memilih untuk menurunkan GWM primer rupiah dari 8% menjadi 7,5% dibandingkan menurunkan suku bunga acuan atau BI rate ketika tekanan makro mulai melonggar.
Hal ini disebabkan BI masih memandang adanya ketidakpastian kondisi ekonomi global dan untuk mengantisipasi penaikan fed fund rate (FFR) pada akhir tahun.
Bank sentral berharap dengan adanya penurunan besaran GWM primer tersebut, maka perbankan akan mendapat tambahan likuditas yang berdampak pada penurunan cost of loanable fund dan penurunan suku bunga kredit.
"Kalau suku bunga kredit turun diharapkan penyaluran bisa meningkat. Kami perkirakan potensi penambahan likuiditas ada Rp18 triliun hingga Rp23 triliun atau peningkatan kredit sekitar 0,6% hingga 1%," katanya di Jakarta, Selasa (1/12/2015).
Kebijakan ini, kata Solikin, ditempuh BI untuk mendorong pertumbuhan kredit supaya mencapai target tahun depan yang sebesar 12% hingga 14%.
Namun, lanjutnya, potensi penambahan ini tergantung pada kemampuan pasar untuk menyerap dana yang disalurkan.
Solikin menyatakan kebijakan yang diambil oleh bank sentral ini akan lebih efektif apabila dibantu oleh belanja pemerintah atau government spending.
BI mencatat konsumsi pemerintah per kuartal III/2015 telah menunjukkan peningkatan dari 2,13% pada kuartal II/2015 menjadi 6,56%.
"Sebagai pemicu pertumbuhan ekonomi saat ini ya pemerintah. Kebijakan yang kami ambil ini harus dikoordinasikan sehingga efektif," ujarnya.