Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kemenaker Dorong Regulasi Pencairan JHT Kembali ke Aturan Lama

Pemerintah menyatakan akan mendorong pengembalian aturan tentang Jaminan Hari Tua dari PP nomor 60/2015 yang saat ini berlaku PP nomor 46/2015 tentang Penyelenggaraan JHT.
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri/Antara
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri/Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah menyatakan akan mendorong pengembalian aturan tentang Jaminan Hari Tua dari PP nomor 60/2015 yang saat ini berlaku PP nomor 46/2015 tentang Penyelenggaraan JHT.

Menteri Ketenagakerjaan Hanif M. Dhakiri menuturkan pertimbangan tersebut lantaran melihat dinamika yang terjadi di masyarakat saat ini. “Selama alasannya untuk mengembalikan skema JHT kepada fungsi dasarnya sebagai perlindungan hari tua, pemerintah pasti akan terbuka untuk itu. Kami akan kaji sesegera mungkin, kalau itu untuk kemaslahatan ya pasti akan kami dorong,” katanya.

Hanif mengatakan skema waktu merupakan faktor yang sangat penting dalam pengelolaan dana JHT. Agar manfaat yang didapatkan peserta program jaminan sosial lebih maksimal, menurutnya, perlu dikembalikan ke pengaturan semula.

Dalam aturan yang lama, yakni PP nomor 46 tahun 2015 pencairan JHT hanya dapat dilakukan setelah masa kepersertaan 10 tahun. Jumlah dana yang dapat diklaim juga dibatasi yakni 30% dari jumlah JHT untuk kepemilikan rumah atau 10% untuk keperluan lain. Sisanya dapat diambil setelah peserta berusia 56 tahun.

Adapun, menurut amanat PP nomor 60 tahun 2015 yang berlaku saat ini, peserta dapat langsung mencairkan dana JHT miliknya di saat dia berhenti bekerja atau terkena pemutusan hubungan kerja.

Dalam Permenaker nomor 19 tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT diatur lebih rinci bahwa manfaat JHT dapat diambil secara tunai dan sekaligus setelah melalui masa tunggu terhitung satu bulan sejak surat keterangan pengunduran diri dari perusahaan diterbitkan atau sejak tanggal terjadinya PHK.

Hanif menuturkan penerbitan PP 60 /2015 tentang Perubahan PP 46/2015 tentang Penyelenggaraan JHT didorong oleh desakan serikat buruh / serikat pekerja yang ketika itu menginginkan agar pencairan JHT dapat dilakukan lebih cepat.

“Pemerintah tidak abai terhadap realitas dan konteks situasi saat itu. Tetapi bahwa pada saat ini setelah hampir dua tahun berjalan ada dinamika dan pandangan baru yang berkembang, saya kira pemerintah terbuka juga terhadap hal semacam itu,” ucapnya.

Pihaknya akan segera mengumpulkan stakeholder terkait antara lain serikat buruh serta BPJS Ketenagakerjaan selaku operator program jaminan sosial untuk melakukan kajian lebih lanjut.

Opini tentang perlunya pengembalian regulasi JHT mulai bergulir dalam beberapa beberapa bulan terakhir. Pencetusnya antara lain tingginya angka klaim pekerja pada September 2015 yang naik hampir 200% dari bulan sebelumnya menjadi 315.000 kasus dengan nilai klaim Rp1,9 triliun.

Penarikan dana yang dilakukan mayoritas dengan alasan mengundurkan diri atau pemutusan hubungan kerja. Kondisi ini terjadi hampir di seluruh cabang BPJS Ketenagakerjaan membuat antrian panjang.

Adapun, pada tahun ini rata-rata jumlah klaim JHT berkisar 200.000 kasus dengan nilai Rp1,5 triliun – Rp1,7 triliun per bulan. Secara total Januari – Agustus 2016, jumlah klaim JHT mencapai Rp12,4 triliun dari total iuran Rp30 triliun.

Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto mengatakan jumlah pencairan JHT pada tahun ini sudah mulai normal dan tidak terjadi penumpukan. Namun, secara prinsip pihaknya juga ikut mendorong pengembalian aturan pengambilan manfaat JHT.

Menurutnya, bila dana JHT ditarik saat masih dalam usia produktif akan membuat manfaat tidak maksimal dan berdampak merugikan peserta pada masa pensiun. “Sebenarnya dari segi pendanaan, belum ada kekhawatiran akan potensi mengganggu perekonomian nasional. Tetapi ini harus diperhatikan lagi filosofi dasarnya bahwa JHT itu untuk memberikan kelangsungan pendapatan saat karyaan berhalangan atau tidak bekerja pada saat pensiun,” ujarnya.

Tanpa merinci lebih dalam, Agus menyatakan pihaknya sudah membuat kajian tentang pengembalian aturan JHT dan akan segera menyerahkan kepada menteri ketenagakerjaan.

CSR Untuk Peserta Informal

BPJS Ketenagakerjaan juga tengah merancang alternatif pendanaan bagi pekerja informal yang selama ini belum terlindungi dalam jaminan sosial lantaran kesulitan membayar iuran.

Salah satu skema yang sedang digodok yakni pemanfaatan donasi dari publik, terutama dana CSR dari perusahaan swasta.

Agus menyatakan saat ini sudah ada 15 perusahaan yang berkomitmen untuk memberikan dana CSR-nya. Pengumpulan dana akan dibuat dalam sistem elektronis agar transparan.

“Kita sedang softlaunching skema ini. Sudah ada 15 perusahaan yang memberikan komitmen dengan rata-rata satu perusahaan membantu sekitar 10.000 pekerja. Kalau ini diberdayakan secara masif, bisa dihitung berapa (pekerja informal) yang bisa terbantu,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ropesta Sitorus
Editor : Fatkhul Maskur

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper