Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menunggu Ancaman "Badai" NPL Berlalu

Debitur industri perhotelan di Bali banyak yang mengeluh karena tingkat hunian berkurang. Akibatnya cost membengkak dan ujung-ujungnya minta pinjamannya direstruktur.nn
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Dalam sebuah kesempatan, Direktur Utama PT Bank Mayora Irfanto Oeij curhat mengenai kredit macet alias non performing loan (NPL) di 2016.

Menurutnya, kondisi ekonomi tahun ini tidak lebih baik dibanding tahun lalu. Hal tersebut berimbas pada banyaknya debitur yang usahanya tumbang dan tak mampu melunasi pinjaman.

Dia mencontohkan, debitur industri perhotelan di Bali banyak yang mengeluh karena tingkat hunian berkurang. Akibatnya cost membengkak dan ujung-ujungnya minta pinjamannya direstruktur.

"Itu kalau mereka masih punya duit buat bayar. Kalau enggak ya jadi kredit macet. Ini yang membuat NPL Juni naik," katanya.

Irfanto menjelaskan, kondisi tersebut tak hanya terjadi di Mayora, tetapi hampir di semua bank. NPL yang tinggi berbanding terbalik dengan profit bank yang jeblok.

Akibatnya bank tak lagi fokus untuk memikirkan bagaimana cara menggenjot pertumbuhan kredit, tetapi sibuk mencari cara agar NPL tidak terus naik.

"Itu yang mempengaruhi bank. Sampai dengan Desember gimana nih? Kalau pikir growth-nya, kami berpikir ini ekonomi belum tentu kondusif," imbuhnya.

Mayora tak sendiri. PT Bank Sahabat Sampoerna dalam laporan keuangannya juga memaparkan rasio NPL-nya naik menjadi 3,58%.

Ali Rukmijah, Direktur Utama Bank Sahabat Sampoerna mengatakan, meningkatnya NPL disebabkan adanya faktor eksternal yang salah satunya adalah perlambatan ekonomi yang masih berlangsung hingga semester I sehingga sangat berdampak pada kualitas kredit yang disalurkan.

Bila menilik statistik, ucapan Irfanto dan Ali tak meleset. Rasio NPL perbankan secara keseluruhan terus merangkak naik hingga mencapai 3,11% per Mei 2016 alias yang tertinggi dalam 5 tahun terakhir. Adapun per Juni 2016, rasio NPL bank sebesar 3,05%.

Di sisi lain, hasil kajian tim ekonom Mandiri Sekuritas menunjukkan kredit bermasalah bank sudah mendekati puncaknya.

Tjandra Lienandjaja, Equity Research Mandiri Sekuritas mengatakan, per Juni 2016 NPL bank meningkat 2,9% dari sebelumnya pada Maret yang sebesar 2,7%.

Untuk special mention mengalami penurunan dari posisi 5,6% menjadi 5,2%. Tjandra memperkirakan penurunan special mention tersebut karena berpindah ke NPL.

"Puncak NPL diperkirakan terjadi di kuartal III dan IV," katanya.

Tiga sektor yang menjadi penyumbang NPL terbesar sepanjang 2016 adalah pertambangan, manufaktur dan logam. NPL di sektor tambang batu bara dan migas meningkat tajam mencapai 6,3% per Juni.

Sektor manufaktur juga turun karena terpengaruh sektor migas. Sementara logam dipengaruhi oleh persaingan dengan produksi dari China.

Selain itu, NPL sektor transportasi dan telekomunikasi juga tergolong tinggi yakni di kisaran 5,5%.

Sementara bila ditinjau dari jenisnya, kredit investasi merupakan penyumbang NPL tertinggi. Mandiri Sekuritas mencatat sejak 2013 hingga Juni 2016 NPL di kredit ini terus naik hingga di posisi terakhir 3,74%.

Provinsi yang menjadi penyumbang NPL tertinggi juga adalah yang bergantung pada komoditas tambang. Kalimantan Timur merupakan yang tertinggi dengan rasio NPL 7,6%. Diikuti Papua dan Papua Barat sebesar 5,5% dan 5,4%.

Beberapa waktu lalu, Direktur Utama PT Bank Bukopin Tbk. Glen Glenardi mengatakan pihaknya sudah mengantisipasi provinsi yang NPL-nya tinggi. Mereka mempertimbangkan untuk menyalurkan kredit di provinsi tersebut.

"Samarinda [ibukota Kalimantan Timur] yang paling jatuh. Ke depan kami akan lebih selektif," katanya.

Kini, industri perbankan hanya tinggal berharap berbagai regulasi yang dikeluarkan pemerintah dapat membuat kondisi ekonomi lebih baik tahun depan. Sembari menunggu itu, hingga akhir tahun ini para bankir fokus membersihkan kredit bermasalah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Abdul Rahman
Editor : Saeno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper