Bisnis.com, MATARAM - Nilai kredit bermasalah atau non performing loan untuk bank perkreditan rakyat di NTB tercatat sebesar 10,25% per September 2016. Angka tersebut jauh di atas ambang batas rasio NPL aman yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan sebesar 5%.
Ketua Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat (Perbarindo) NTB Yanuar mengatakan, hal tersebut dipengaruhi oleh menurunnya nilai penyaluran kredit yang dapat dilakukan oleh BPR sehingga mempengaruhi nilai NPL.
"Dalam penyaluran kredit atau pembiayaan, teman-teman BPR memperhatikan juga unsur kehati-hatiannya, jadi pertumbuhan penyaluran juga relatif terhambat," ujar Yanuar kepada Bisnis.com saat dihubungi di Mataram, Senin (28/11/2016).
Kondisi tingginya rasio NPL ini masih akan tetap terjadi pada kuartal IV/2016 hingga memasuki tahun baru mendatang. Selain menurunnya penyaluran kredit sebagai dampak kehati-hatian, diakui Yanuar permintaan kredit pada BPR khususnya di NTB relatif menurun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Masih mahalnya bunga yang ditawarkan oleh BPR membuat ruang geraknya diyakini menjadi terbatas. Lebih lanjut menurut Yanuar, pihaknya telah berupaya untuk menurunkan suku bunga kredit agar penyaluran dapat tumbuh.
"Kalau dengan kondisi membaiknya ekonomi kami optimis NPL bisa turun jadi satu digit. Karena kami bisa menggenjot pertumbuhan kredit sehingga NPL bisa turun karena ada pertumbuhan kredit ini," ujar Yanuar.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan perwakilan NTB, penyaluran kredit menurut jenis penggunaan sebesar Rp8,751 triliun untuk modal kerja, Rp3,101 triliun untuk pembiayaan investasi, dan sebesar Rp15,366 triliun untuk kredit konsumsi.