Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perbarindo: BPR Harus Kembangkan Digital Banking

Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia atau Perbarindo menilai bank-bank perkreditan rakyat perlu berinovasi dalam layanan perbankan digital guna mendongkrak penghimpunan dana murah.
Bank Perkreditan Rakyat Indonesia atau Perbarindo menilai bank-bank perkreditan rakyat perlu berinovasi dalam layanan perbankan digital./Bisnis
Bank Perkreditan Rakyat Indonesia atau Perbarindo menilai bank-bank perkreditan rakyat perlu berinovasi dalam layanan perbankan digital./Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA — Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia atau Perbarindo menilai bank-bank perkreditan rakyat perlu berinovasi dalam layanan perbankan digital guna mendongkrak penghimpunan dana murah.

Ketua Umum Perbarindo Joko Suyanto mengatakan, solusi ke depan guna memperkuat kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) ialah dengan mengembangkan penghimpunan dana murah atau CASA. Hal ini bisa ditempuh dengan berinovasi dalam layanan digital banking.

“Biaya dana tinggi karena CASA BPR belum bertumbuh signifikan. Solusinya ke depan, BPR harus mengembangkan dana-dana murah dengan berbagai inovasi berupa layanan digital agar service level BPR meningkat,” ucapnya kepada Bisnis, Rabu (8/2/2017).

Layanan digital yang dimaksud Joko contohnya adalah kerja sama jaringan ATM dengan bank-bank umum serta kolaborasi untuk menerbitkan uang elektronik berbasis server. Untuk bisa terjun lebih jauh dalam perbankan digital, permodalan BPR harus diperkuat terlebih dulu.

Penguatan kiprah BPR tidak hanya perlu ditempuh melalui perbaikan layanan tetapi juga manajemen. Hingga kini setiap tahun ada saja bank perkreditan rakyat yang dilikuidasi oleh Lembaga Penjamin Simpanan.

“Secara paralel harus dilakukan perbaikan pula secara internal bank mencakup SDM-nya baik dari sisi integritas maupun attitude mereka,” tutur Joko.

Di samping itu, menurutnya, kendatipun BPR yang dilikuidasi terus ada tetapi jumlahnya sangat jauh lebih sedikit dibandingkan populasi BPR yang ada. BPR yang dilikuidasi pada umumnya memang tidak memiliki manajemen yang sehat.

Kondisi tersebut pada akhirnya berimbas kepada penurunan kinerja perseroan. Secara umum, menurut Joko, manajemen yang tak beres didasari atas ketidakjujuran dan penyimpangan aturan yang berlaku.

Sampai dengan penghujung tahun lalu Lembaga Penjamin Simpanan melakukan likuidasi terhadap 76 bank, sejumlah 63 bank dalam likuidasi sudah selesai prosesnya.

Direktur Eksekutif Klaim dan Resolusi Bank LPS Ferdinand Purba mengatakan, sejumlah 76 bank tersebut tidak sepenuhnya bank perkreditan rakyat. Perinciannya a.l. BPR 70 bank, BPR Syariah lima bank, dan satu lagi adalah bank umum.

“Adapun 63 yang sudah selesai prosesnya terdiri dari 59 BPR, tiga bank BPR Syariah, dan satu bank umum,” ucapnya, di Jakarta, belum lama ini.

Jumlah bank dalam likuidasi terbanyak ada di Jawa Barat sejumlah 20 bank. Terbanyak kedua di wilayah Jabodetabek dan Provinsi Banten sekitar 18 bank. Sementara wilayah terbanyak ketiga adalah Sumatra Barat sejumlah 14 bank.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, saat ini terdapat 1.632 BPR. Per November tahun lalu, BPR dengan aset di bawah Rp1 miliar ada 12, aset Rp1 miliar – Rp5 miliar sejumlah 128 bank, aset Rp5 miliar – Rp10 miliar sebanyak 206 bank, dan di atas Rp10 miliar ada 1.286 bank.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dini Hariyanti

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper