Bisnis.com, JAKARTA -- PT Bank Central Asia Tbk. mengaku untuk menyesuaikan harga pembelian kartu perdana Flazz, merek uang elektronik perseroan, masih cukup sulit karena harus menyesuaikan dengan perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Direktur Bank Central Asia (BCA) Santoso Liem mengatakan, untuk penyesuaian harga jual Flazz akan cukup sult disesuaikan karena kartu uang elektronik perseroan itu menggunakan teknologi chip yang harga pokok dari vendor menggunakan dolar AS. Dengan begitu, harga jual kartu Flazz pun harus disesuikan dengan kondisi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
“Pada dasarnya, kami pun tidak mencari keuntungan dari penjualan kartu uang elektronik tersebut. Ke depannya, kami pun terus berupaya mencari teknologi yang lebih murah, tetapi aman dan nyaman agar masyarakat bisa semakin mudah bertransaksi non tunai,” ujarnya pada Rabu (21/6).
Di sisi lain, Direktur BCA Suwignyo menjelaskan, harga kartu Flazz itu berkisar antara US$2 sampai US$3 per keping. “Untuk peluang penyesuaian harga jual ke masyarakat akan disesuaikan juga nanti dengan kondisinya. Soalnya, kartu Flazz kami itu kan menggunakan teknologi yang canggih,” ujarnya.
Dalam pantauan Bisnis di beberapa toko online, rata-rata harga Flazz BCA tanpa saldo itu senilai Rp50.000 per kartu. Adapun, beberapa sudah dibundling dengan isi saldo sehingga harganya beragam dari Rp100.000 per kartu ada juga Rp150.000 per kartu dengan isi saldo dari Rp50.000 sampai Rp100.000.
Adapun, Bank Indonesia (BI) mengharapkan dengan diizinkannya bank mengenakan tarif isi ulang atau top up uang elektronik kepada konsumen. Dari sisi harga pembelian kartu uang elektronik bisa lebih disesuaikan agar masyarakat bisa sukarela membeli dan menggunakan uang elektronik.