Bisnis.com, JAKARTA — Sinergi BUMN Institute, lembaga kajian dari 37 serikat pekerja di lingkungan BUMN, menolak tudingan monopoli yang ditujukan kepada perusahaan pelat merah dalam proyek strategis nasional.
Direktur Eksekutif Sinergi BUMN Institute Achmad Yunus mengatakan, konteks monopoli hendaknya tidak diukur dengan pembatasan angka besar dan kecil dalam proyek nasional, namun pada konsep umum sebuah pekerjaan dari hulu sampai dengan hilir.
“Saat ini, dalam pengerjaan proyek nasional, tidak benar BUMN memonopoli produksi semua komponen. Peran serta swasta sangat terbuka untuk ikut dalam mengerjakan sebagian pekerjaan atas sebuah proyek nasional,” katanya, Rabu (13/9/2017).
Menurutnya, proyek strategis nasional dilaksanakan untuk kepentingan nasional. Oleh karena itu, seharusnya memang dikerjakan oleh BUMN. Hal tersebut perlu dipandang secara ideologis, latar belakang didirikannya BUMN adalah implementasi dari Pasal 33 UUD 1945, khususnya untuk penguasaan cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak.
BUMN, ujarnya, adalah kepanjangan tangan negara. Penguatan BUMN melalui pengerjaan proyek strategis nasional adalah bentuk kedaulatan negara. Bangsa Indonesia lahir dengan konsep negara kesejahteraan (welfare state) yang mengedepankan kesejahteraan kolektif, tidak individualistik, dan tidak liberal.
“Hal tersebut ditunjukkan dalam konstitusi yang mengamanahkan bahwa perekonomian disusun berdasarkan atas usaha bersama.”
Sementara itu, sambung Achmad, peran serta swasta memang perlu diatur agar semangat mengedepankan kesejahteraan kolektif melalui BUMN tetap terjaga. Dengan begitu, katanya, bangsa ini terhindar dari pengaruh neoliberal yang cenderung melemahkan peran negara.
Pasalnya, Achmad berpendapat, apabila negara menyerahkan sistem perekonomian pada pasar yang otomatis masing-masing akan mengedepankan kepentingan dan kesejahteraan individu/kelompok. Dia khawatir, hal itu akan semakin memperluas ketimpangan/kesenjangan sosial, yang kaya akan semakin kaya dan yang miskin semakin tersingkir.
“Oleh karena itu, kami menolak pandangan dari Ketua HIPMI terhadap peran BUMN yang dianggap memonopoli dalam berbagai proyek nasional, hal tersebut semata-mata untuk kepentingan nasional.”
Achmad memberikan contoh, PT Pertamina (Persero) tercatat rugi sekitar Rp12 triliun di tengah tugasnya mengemban misi BBM satu harga secara nasional. “Apakah swasta sanggup melakukan hal tersebut? Apakah proyek yang merugikan namun mengemban misi pemerintah harus dikerjakan oleh BUMN, sementara proyek yang menguntungkan harus diserahkan pada swasta?”
Sebelumnya, Ketua Umum HIPMI Bahlil Dahalia menghangatkan diskursus tentang monopoli BUMN dalam proyek strategis nasional. Ia menuding BUMN melakukan praktik monopoli sehingga menghambat partisipasi swasta dalam kegiatan pembangunan nasional.