Bisnis.com, SINGAPURA-Meski BPJS Ketenagakerjaan mengalami surplus yang besar, penyelenggara jaminan sosial untuk pekerja itu tidak dapat membantu 'saudara kembarnya' BPJS Kesehatan yang saat ini sedang defisit.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto mengatakan meski sama - sama dibentuk dari UU No.24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, keduanya memiliki peran yang berbeda.
"Kami juga tidak bisa misalkan menempatkan investasinya untuk membantu menutup defisit BPJS Kesehatan karena investasi kami sudah diatur oleh peraturan pemerintah. Salah satu syaratnya adalah return yang maksimal," katanya, Sabtu (9/12/2017).
Kendati demikian, Agus menambahkan kerja sama antara dua institusi sudah dilakukan melalui penandatanganan nota kesepahaman (MoU) bagi mereka yang sakit akibat kerja.
MoU ini mendorong pelayana terlebih dahulu kepada pasien dan nantinya ditanggung terlebih dahulu oleh BPNS Kesehatan. Apabila sakitnya akibat kecelakaan kerja sebagaimana pemeriksaan yang dilakukan oleh tim dokter independen, maka BPJS Ketenagakerjaan akan membayarkan biaya pengobatan itu.
"Karena yang berhubungan dengan pekerja memang ada di kami [BPJS Ketenagakerjaan]. Tetapi, kalau pasiennya darurat dan segera perlu pertolongan akan repot [kalau harus menentukan pakai BPJS Kesehatan atau BPJS Ketenagakerjaan]. Karena itu kami buat MoU agar dapat dilayani terlebih dahulu," tuturnya.
Baca Juga
Seperti diketahui, BPJS Kesehatan mengalami defisit Rp9 triliun karena besarnya iuran tidak sebanding dengan besarnya klaim yang dibayar.
Sementara itu, dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan justru melampaui target tahunan menjadi Rp305 triliun per November 2017.