Bisnis.com, JAKARTA – Tingkat solvabilitas minimum asuransi di Indonesia dinilai sudah layak untuk ditingkatkan hingga 140% di tengah masifnya perkembangan industri.
Pengamat asuransi sekaligus Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko & Asuransi Hotbonar Sinaga menjelaskan semakin besar tingkat solvabilitas atau rasio kecukupan modal (risk based capital/RBC), maka semakin sehat industri asuransi. Oleh karena itu, dia menilai batasan minimum RBC saat ini perlu dikaji.
Namun, dia menilai batasan minimum tersebut tidak perlu dinaikkan secara signifikan.
“Tidak sampai di atas 200% - 300%. Pantasnya sekarang 140%,” ungkapnya kepada Bisnis.om, sebagaimana dikutip Rabu (21/2/2018).
Hotbonar sebelumnya mengatakan bahwa peningkatan batas minimum RBC akan mendorong perusahaan asuransi untuk meningkatkan kapasitas modal. Dengan begitu, jelasnya, industri punya ketahanan lebih baik dalam menghadapi klaim-klaim besar, misalnya yang bersifat katastropik.
Menurutnya, opsi penyesuian tingkat solvabilitas minimum itu memang terbuka di tengah berkembangnya industri asuransi. Apalagi, jelasnya, batas minimum itu sudah cukup lama ditetapkan dan belum mengalami perubahan.
Kendati begitu, Hotbonar menilai regulator perlu mengkaji lebih jauh dengan melihat statistik perkembangan asuransi dan seluruh perusahaan yang ada dalam beberapa tahun terakhir. Jika statistik menunjukkan sudah banyak perusahaan dengan tingkat solvabilitas di atas 120%, jelasnya, maka batasan minimum tersebut sudah dapat dinaikkan.
Pada saat yang sama, jelasnya, kebijakan tersebut dapat mendorong perusahaan dengan tingkat RBC mendekati batas minimum untuk meningkatkan modal. “Kalau kesulitan bisa menggunakan sejumlah upaya, termasuk go public, mengundang investor, entah asing atau dalam negeri, dan termasuk merger,” jelasnya.