Bisnis.com, JAKARTA — Jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2019, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus menghindari konflik kepentingan agar tidak dapat dimanfaatkan oleh partai politik untuk melanggengkan kuasa politik dan ekonomi.
Publik harus mengawal kinerja BUMN memasuki tahun politik baik melalui regulasi dan kebijakan yang tepat.
Pengajar Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Liona Nanang Supriatna mengatakan bahwa UU BUMN menyebabkan sejumlah BUMN justru dikelola dengan tidak profesional, cenderung tidak efisien dan justru hanya menguntungkan pengelola BUMN maupun pihak yang mendapat keuntungan dari BUMN.
“Saya mengingatkan, sebentar lagi adalah masa Pemilu dan bulan ini akan dilakukan RUPS sejumlah BUMN yang berujung pada pergantian direksi dan komisaris BUMN. Artinya akan ada upaya menggunakan BUMN untuk mencari dana politik mengikuti Pemilu,” ujarnya dalam diskusi bertema BUMN Dalam Lingkaran Oligarki yang digelar Universitas Katolik (Unika) Atma Jaya Jakarta, Kamis (8/3/2018).
Hal senada dikatakan Profesor Jeffry Winters, pengamat politik dari Northwestern University tentang langkah gugatan hukum terhadap UU BUMN maupun Peraturan Pemerintah tentang holding BUMN Pertambangan merupakan tindakan yang benar dalam kerangka demokrasi di Indonesia.
“Menggunakan cara benar belum tentu menghasilkan hal yang baik, namun paling tidak dilakukan dengan cara yang benar dalam sistem demokratis. Upaya menggugat regulasi adalah upaya benar dalam demokrasi, membuat banyak pihak tetap menyadari adanya persoalan pada institusi yang seharusnya memperjuangkan kesejahteraan rakyat,” paparnya.
Sementara itu, Agus Pambagio menuturkan upaya gugatan terhadap pengelolaan BUMN tidak sekali saja dilakukannya, sebelumnya pihaknya pernah melakukan gugatan PP 72 yang berujung pada kekalahan.
Meski demikian semangat gugatan tersebut tetap ada pada gugatan terhadap PP 47 tentang holding BUMN Pertambangan.
“Dasar kami menggugat adalah status sejumlah BUMN yang sebelumnya berdiri sendiri kemudian karena adanya holding dipaksa menjadi anak perusahaan yang membuat pengawasan eksternal [DPR] termasuk sulitnya pemeriksaan KPK dan BPK. Ini beresiko penyalahgunaan BUMN,” ujarnya.
Dia mengingatkan adanya peluang masalah di masa mendatang akibat seluruh BUMN Karya yang dipaksa membangun infrastruktur dalam waktu singkat. Tuntutan cepat membangun membuat BUMN Karya berhutang yang pada suatu saat harus membayar hutan beserta bunganya.