Bisnis.com, JAKARTA – Menarik mengamati perdebatan antara pemerintah dan partai politik di luar pemerintahan mengenai pembangunan infrastruktur yang terus digenjot oleh pemerintahan Jokowi.
Kelompok diluar pemerintahan mempertanyakan sumber dana pembiayaan infrastruktur yang dikaitkan dengan kondisi keuangan pemerintah.
Dari data World Economic Forum 2015—2016 untuk aspek infrastruktur, peringkat Global Competitiveness Index Indonesia pada posisi ke 62 dari 140 negara dan di Asean peringkat keempat setelah Singapura, Malaysia, dan Thailand. Upaya mengejar ketertinggalan infrastruktur yang dilakukan pemerintah memang tidak mudah, utamanya dalam hal pembiayaan.
Dari rencana pembangunan infrastruktur 2015—2019, dari kebutuhan investasi Rp6.541 triliun, APBN dan APBD hanya mampu membiayai 24% saja atau sekitar Rp1.555 triliun. Keterbatasan ini mendorong pemerintah untuk kreatif mencari alternatif, antara lain melalui investasi pemerintah.
UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara dan PP No. 1/2008 tentang Investasi Pemerintah mengamanatkan pemerintah melakukan investasi jangka panjang untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.
Awalnya, pemerintah menetapkan Pusat Investasi Pemerintah (PIP) yang berbentuk Badan Layanan Umum (BLU) sebagai operator investasi pemerintah. Namun PIP belum berfungsi dengan baik. Dari hasil audit BPK 2012 diketahui bahwa dana investasi pemerintah (PIP) belum sepenuhnya digulirkan dan diinvestasikan.
Kesulitan PIP antara lain adalah panjangnya mekanisme dan birokrasi pengambilan keputusan investasi, karena sumber dana PIP adalah ‘kekayaan negara yang tidak dipisahkan’. Alhasil mekanismenya hampir sama dengan satuan kerja pemerintah lainnya. Selain itu PIP tidak hanya mengejar manfaat ekonomi tetapi juga manfaat sosial dan lainnya, sehingga rencana strategis lebih berorientasi pada belanja/pendapatan, bukan pada profit and growth.
Pengelolaan aset PIP sebagai aset pemerintah menyulitkan PIP melakukan piutang, sehingga hanya mengandalkan APBN dan kesulitan melakukan fund rising.
Menarik dikaji berkenaan belum optimalnya pengelolaan investasi pemerintah oleh PIP, apakah ide melahirkan Sovereign Wealth Funds (SWF) dapat membawa perbaikan pada pengelolaan investasi pemerintah di masa mendatang.
Kiprah SWF Secara Global
SWF merupakan dana investasi milik negara yang terdiri dari aset keuangan seperti saham, obligasi, properti, logam mulia atau instrumen keuangan lainnya yang berinvestasi secara global. Pengelolaan SWF biasanya tidak dilakukan oleh bank sentral atau kementerian keuangan, tapi dikelola lembaga tertentu.
Dalam sistem keuangan global, eksistensi peran SWF sebagai sumber pendanaan semakin diakui keberadaannya. Karakteristik SWF secara sederhana dapat dijelaskan sebagai sovereign (dana sepenuhnya milik negara), high foreign currency exposure (sebagaian dana tersebut dalam bentuk mata uang asing), no explicit liabilities (sumber dana tersebut tidak berasal dari debt financing), high risk tolerance (toleransi risiko yang lebih tinggi dalam memuat keputusan investasi), dan long investment horizon (investasi dengan holding period yang cukup lama sebagai bagian dari kebijakan strategis negara pemilik dana).
SWF dikategorikan dalam investasi internasional sebagai institusi swasta yang bermain di pasar keuangan global meski dimiliki oleh sebuah negara dan bebas menentukan penggunaan dana yang mereka miliki dan dikelola diluar struktur pemerintahan.
Fungsi strategis SWF dalam ekonomi global menginspirasi lembaga ini untuk mengelola investasi Pemerintah Indonesia sebagai alternatif sumber pendanaan pembiayaan infrastruktur di masa mendatang.
Pengelolaan investasi pemerintah merupakan pengelolaan keuangan negara sebagai wujud keikutsertaan negara dalam pembangunan ekonomi. Mengutip John Maynard Keynes, keikutsertaan negara merupakan jawaban atas kondisi ketidaksempurnaan pasar sehingga menuntut peran pemerintah yang lebih besar dalam fungsinya sebagai agent of development, termasuk pengelolaan investasi pemerintah.
Intervensi pemerintah yang tepat dapat meningkatkan efektifitas perekonomian, seperti halnya dalam pengelolaan BUMN di China. Intervensi pemerintah di negeri Tirai Bambu itu mampu memperbaiki tata kelola BUMN dan meningkatkan efisiensi perusahaan. Sebaliknya intervensi yang tidak tepat (misalnya kepentingan politik dalam pengelolaan BUMN) akan memperburuk kinerja perusahaan.
Dalam konteks pengelolaan investasi pemerintah, keikutsertaan pemerintah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan. Pengalaman pengelolaan investasi pemerintah di Singapura oleh Government of Singapore Investment Corporation Private Limited (GIC) adalah sebuah pertaruhan politik hukum ekonomi. Kebijakan dilakukan di tengah kebutuhan pendanaan pembangunan yang cukup besar. Namun pertaruhan ini berbuah manis dan berujung pada keberhasilan investasi pemerintah mendukung perekonomian jangka panjang Singapura.
Bagaimana dengan Indonesia? Belajar dari belum optimalnya pengelolaan investasi pemerintah oleh PIP dan praktik di beberapa negara, menjadi penting mendorong terbentuknya SWF dalam pengelolaan investasi pemerintah.
Konsepsi SWF pengelola investasi pemerintah di Indonesia setidaknya meliputi beberapa poin penting.
Pertama, sumber pendanaan SWF ini harus merupakan ‘kekayaan negara yang dipisahkan’ untuk memberikan fleksibilitas sebagai suatu entitas investasi dan tidak berbentuk BLU.
Kedua, mekanisme pelaporan keuangan yang fleksibel dan sesuai best practice dalam pengelolaan investasi.
Ketiga, mampu menjadi buffer pendanaan pemerintah jika sewaktu-waktu dana investasi pemerintah yang dikelola SWF ini dibutuhkan.
Keempat, profit oriented tetapi perlu memperhatikan keseimbangan manfaat ekonomi, sosial dan manfaat sosial lainnya.
Kelima, instrumen investasi yang dibuka seluas-luasnya tetapi tetap fokus pada bidang infrastruktur yang menjadi tujuan utama pengelolaan investasi.
Keenam, untuk akselerasi dalam pengelolaan investasi pemerintah, perlu penyederhanaan pengambilan keputusan investasi yang diatur dalam SOP.
Ketujuh, SWF memberi semangat dan menjadi stimulus untuk menarik investor berinvestasi di Indonesia, dan kedelapan, perlunya regulator dan supervisor mengawasi dan mengarahkan SWF untuk menjaga good corporate governance berjalan pada track-nya.
Melengkapi operator investasi pemerintah, kewenangan regulator dan supervisor perlu didisain dengan baik. Kewenangan regulator harus independen, akuntabel dan memiliki kapasitas dan kemampuan yang memadai, sehingga menjadi keharusan bahwa yang duduk dalam kelembagaan regulator merupakan profesional yang berkompeten.
Adapun untuk kewenangan supervisor dituntut mampu memonitoring, mitigasi dan mengelola risiko investasi pemerintah secara tepat.
Pembaharuan investasi pemerintah ini diharapkan mendorong pembentukan holding pengelolaan investasi pemerintah untuk mensinergikan kantong-kantong pengelolaan investasi pemerintah yang saat ini tersebar.
Akhirnya, yang terpenting adalah terwujudnya kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia dan merujuk pada suatu model yang ideal bahwa negara diberikan peran penting dan lebih besar untuk memberikan pelayanan menyeluruh dan komprehensif kepada warganya.
*) Artikel dimuat di koran cetak Bisnis Indonesia edisi Rabu (5/9/2018)