Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Central Asia Tbk. (BCA) mengaku kesulitasn memenuhi kewajiban penyaluran kredit UMKM sebesar 20% dari total kredit. Guna menyiasati kondisi tersebut, bank swasta dengan aset terbesar secara nasional tersebut mengusulkan agar kewajiban penyaluran kredit kepada nasabah UMKM dapat dikompensasikan dengan penyaluran kredit kepada korporasi yang memiliki eksposur kerja sama dengan para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan bahwa perseroan perlu menurunkan eksposur kredit infrastruktur kredit korporasi jika ingin memenuhi target kewajiban kredit kepada UMKM sebesar 20% terhadap total kredit.
Menurut Jahja, hal itu tidak dapat menjadi pilihan sebab korporasi menurutnya juga menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi, termasuk bagi para debitur UMKM. Jahja melanjutkan, perlu ada kombinasi yang lebih berimbang pada penyaluran kredit perbankan kepada setiap segmen.
“Harus ada kombinasi, dan saya pikir UKM tidak bisa maju sendirian, dia ambil barang dari mana? kan dari pabrik? Pabrik kalau tidak diongkosin, bagaimana UKM berkembang? ini kan harus ada sinergi,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (15/10/2018).
BCA mengaku kesulitan memenuhi kewajiban penyaluran kredit kepada UMKM sebesar 20%. Pasalnya, di sisi lain perseroan juga harus menggenjot kredit infrastruktur yang notabene merupakan kredit korporasi. Kredit segmen UMKM di BCA saat ini baru mencapai sekitar 12%—13% sedangkan korporasi sudah mencapai sekitar 30%.
“Semakin kami mau kasih pembiayaan korporasi, semakin kami mau kasih pembiayaan infrastruktur, UKM-nya kedodoran, tidak ada pilihan. UKM tidak bisa dalam sebulan naik triliunan, nah sekarang kita baru 12%—13%,” katanya.
Dia menuturkan, gejala yang sama dihadapi hampir semua bank pesaing. Menurutnya, hanya bank-bank yang memfokuskan bisnis di segmen nasabah mikro yang mampu meraih target tersebut.
Sampai dengan Agustus, realisasi penyaluran kredit emiten perbankan berkode BBCA tersebut mencapai Rp502,76 triliun, tumbuh 15,08% secara tahunan. Sementara itu, dana pihak ketiga tumbuh 6,63% secara tahunan menjadi Rp612,78 triliun.