Bisnis.com, JAKARTA – Bank sentral Korea Selatan mempertahankan suku bunga acuannya pada hari ini, Kamis (18/10/2018), mengacu pada eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China sebagai satu di antara risiko bagi Negeri Ginseng.
Keputusan untuk mempertahankan suku bunga acuan repo 7 hari (7-day repo rate) sebesar 1,5% sejalan dengan proyeksi 11 dari 18 analis dalam survei Bloomberg. Sisanya memperkirakan kenaikan menjadi 1,75%.
Gubernur Bank of Korea (BOK) Lee Ju-yeol mengungkapkan bahwa dua anggota Dewan Kebijakan tidak menyetujui keputusan tersebut dan menyerukan kenaikan.
Lebih lanjut dijelaskan oleh Lee, untuk saat ini, stabilitas harga dan upaya menjaga ekonomi akan lebih diprioritaskan daripada upaya untuk mengatasi ketidakseimbangan keuangan seperti rekor utang rumah tangga dan melonjaknya harga rumah.
Tetap saja, katanya, ketidakseimbangan itu adalah kekhawatiran yang semakin besar dan waktu untuk fokus pada masalah ini semakin dekat.
“Jika ekonomi tumbuh stabil dan inflasi mendekati target, fokus utama untuk BOK tentu akan menjadi menjaga stabilitas keuangan, karena meningkatnya ketidakseimbangan keuangan pada akhirnya akan mempengaruhi ekonomi makro riil,” ujar Lee, seperti dikutip Bloomberg.
Baca Juga
Sejumlah pengamat menilai komentar Lee dan dua pendapat yang berbeda, lebih banyak daripada hanya satu pendapat berbeda dalam pertemuan sebelumnya, sebagai tanda-tanda yang hawkish.
“Komentar Gubernur Lee bahwa waktunya sudah dekat untuk lebih fokus pada ketidakstabilan keuangan adalah semacam sinyal ada diskusi di antara dewan kebijakan hari ini bahwa akan ada kenaikan suku bunga dalam waktu dekat,” kata Park Seok-gil, seorang ekonom di JPMorgan Chase & Co.
Di sisi lain, kekhawatiran tentang efek meluas dari perselisihan perdagangan dan gejolak pasar negara berkembang (emerging market) telah menjadi alasan untuk bersikap hati-hati.
BOK memangkas proyeksinya untuk pertumbuhan 2018 menjadi 2,7% dari 2,9%, dan prospek pertumbuhan pada 2019 menjadi 2,7% dari 2,8%. Sementara itu, proyeksi inflasi untuk 2018 dipertahankan di 1,6%.
“BOK perlu menyeimbangkan kebutuhan untuk mengurangi akomodasi kebijakan terhadap pasar tenaga kerja yang lemah dan pertumbuhan ekonomi yang melambat,” ujar Woei Chen Ho, ekonom di United Overseas Bank Ltd.
“Meski kami memperkirakan inflasi headline akan tetap mendekati atau sedikit melebihi target 2% BOK dalam beberapa bulan ke depan, risiko inflasi harus dikendalikan karena tekanan sisi permintaan yang lemah dari pasar pekerjaan yang lesu.”