Bisnis.com, JAKARTA - PT KEB Hana Indonesia mencatatkan penyusutan laba bersih per kuartal III/2018 secara tahunan.
Penurunan pendapatan bersih ini dikarenakan kenaikan biaya cadangan kerugian penurunan nilai akibat naiknya kredit bermasalah perseroan.
Per September, laba bersih KEB Hana turun 6,98% dari Rp487 miliar menjadi Rp453 miliar. Penurunan ini didorong oleh merosotnya pendapatan operasional non bunga sebesar 16,37% menjadi Rp332 miliar. Sementara itu, laba bunga bersih tumbuh 16,18% menjadi Rp1,1 triliun.
Pertumbuhan laba bunga didorong oleh naiknya pernyaluran kredit perseroan sebesar 22,03% menjadi Rp33,7 triliun jika dibandingkan dengan realisasi kuartal III/2017 senilai Rp27,6 triliun. Kepala Divisi Financial Planning Bank KEB Hana Francis Lo mengatakan perseroan fokus mennyalurkan pembiayaan pada sektor produktif.
"Kami banyak ikut sindikasi pembiayaan proyek infrastruktur," ujarnya kepada Bisnis beberapa waktu yang lalu.
Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) pun ikut tumbuh yakni sebesar 16,05% menjadi Rp24,5 triliun dari Rp21,1 triliun dari periode yang sama tahun lalu. Naiknya dana perseroan hingga double digit ini dipengaruhi oleh tumbuhnya dana murah dan deposito perseroan masing-masing sebesar 14,18% dan 9,16% secara tahunan.
Alhasil, aset perseroan tumbuh 14,42% menjadi Rp43 triliun dari realisasi pada periode yang sama tahun lalu sejumlah Rp37,6 triliun.
Walau demikian, rasio-rasio keuangan perseroan tidak menunjukkan pertumbuhan positif seperti yang ditunjukkan oleh laporan posisi neraca perseroan per September.
Dari sisi likuiditas, Francis menyatakan kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM/CAR) perseroan masih di batas aman. Walau demikian, pada akhir kuartal III/2018 CAR perseroan menyusut 158 basis poin menjadi 20,55%.
Pertumbuhan kredit yang lebih cepat daripada pengimpunan dana membuat rasio pinjaman terhadap dana (LDR) makin menjauhi ambang batas yag ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan yaitu 92%. Laporan triwulanan perseroan menunjukkan LDR perseroan naik menjadi 134,74% dari posisi sebelumnya tahun lalu di level 122,42%.
Kesehatan aset pun menurun seiring rasio redit bermasalah (NPL) perseroan naik 53 basis poin menjadi 1,5%. Francis memaparkan NPL terbesar berasal dari penyaluran kredit di sektor tekstil yang memiliki NPL sebesar 28,89%.
"Kebetulan nilai terebut berasal dari dua debitur saja, sehingga bila telah terjadi penelyesaian, otomatis rasio NPL akan turun drastis," jelasnya.
Naiknya NPL ini membuat perseroan harus memupuk cadangan penurunan kerugian nilai (CKPN) lebih dalam atau tumbuh menjadi 0,65% dengan nilai Rp257 miliar.
Adapun, penurunan laba membuat net interest margin perseroan susut tipis menjadi 3,33%. Francis berujar hal ini terjadi dikarenakan kenaikan suku bunga DPK lebih tinggi dari kenaikan suku bunga kredit.