Bisnis.com, JAKARTA – Laba PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. melesat kencang sepanjang tahun lalu. Namun, dari sisi bisnis utama bank syariah tertua di Indonesia ini justru merosot jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Berdasarkan laporan keuangan bulanan yang dirilis di situs resminya, per Desember 2018 Bank Muamalat membukukan laba sebesar Rp112,6 miliar. Angka tersebut naik lebih dari dua kali lipat jika dibandingkan dengan capaian 2017, yakni Rp50,3 miliar.
Presiden Direktur Bank Muamalat Achmad Kusna Permana enggan memberikan komentar saat dimintai tanggapan mengenai kinerja perseroan. “Nanti ya tunggu rilis laporan,” katanya kepada Bisnis usai melakukan uji coba moda raya transportasi (MRT) di Jakarta, pekan ini.
Menurut laporan keuangan per Desember 2018, pertumbuhan laba bersih setelah pajak itu tercapai di tengah merosotnya fungsi intermediasi perseroan sebesar 19,1% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy) menjadi Rp33,4 triliun. Piutang dan pembiayaan bagi hasil, masing-masing, turun 20% yoy dan 18% yoy.
Kendati bagi hasil untuk pemilik dana investasi turun, tetapi tidak mendongkrak pendapatan bersih setelah distribusi bagi hasil. Pasalnya pendapatan penyaluran dana turun 13,5% yoy menjadi Rp3,2 triliun. Hasilnya, keuntungan dari menjalankan penyaluran pembiayaan pun ikut turun sebesar 14% yoy menjadi sekitar Rp1 triliun.
Laba bersih Muamalat diselamatkan oleh penurunan beban operasional selain penyaluran dana. Pendapatan operasional lainnya tumbuh 18,6% yoy menjadi Rp1,4 triliun.
Pendapatan dari pemulihan atas cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) menjadi kontributor utama kenaikan laba perseroan. Laporan keuangan perusahaan menyebutkan CKPN naik sebesar 59,5% yoy menjadi Rp1,1 triliun.
Sementara itu, provisi Bank Muamalat juga tercatat turun signifikan. Pendapatan yang lazimnya diperoleh dari layanan transaksi nasabah ini merosot 28,4% yoy menjadi Rp336,2 miliar.
Adapun penurunan penyaluran pembiayaan Muamalat juga berujung pada berkurangnya aset perusahaan sebesar 7,3% yoy menjadi Rp57,3 triliun. Penurunan aset disebabkan oleh penyusutan pada sisi liabilitas, yakni dana pihak ketiga (DPK) tercatat turun 6,6% yoy menjadi sebesar Rp45,6 triliun.
Deputi Komisioner Manajemen Strategis dan Logistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Anto Prabowo mengaku belum mengetahui soal kenaikan laba Bank Muamalat, meskipun fungsi intermediasi tengah merosot.
Anto juga enggan mengomentari pertumbuhan laba Muamalat yang disokong oleh pemulihan atas CKPN. Sebelumnya pada kuartal III/2018, otoritas sudah menyampaikan bahwa menolak skema tukar guling aset bermasalah (asset swap) dengan pihak ketiga untuk penyehatan kondisi keuangan Muamalat. Tukar guling aset bermasalah dengan surat berharga yang mencapai Rp6 triliun itu dinilai otoritas tidak memenuhi syarat.
Dalam kesempatan yang sama, Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot mengatakan bahwa penyehatan Bank Muamalat masih berada di jalur yang benar. “Pencarian investor masih dilakukan dan untuk bisnis mereka basis nasabah yang kuat,” katanya.
Adapun seperti diketahui sejak beberapa waktu terakhir Muamalat tengah berjibaku dengan pencarian investor untuk menambah permodalan. Terakhir, OJK menyebut konsorsium bentukan Ilham Habibie belum dapat membuktikan keseriusan sebagai investor Muamalat.