Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank DKI masih belum dapat memastikan realisasi rencana melantai di bursa terjadi tahun ini. Pasalnya banyak fator yang harus dilalui sebelum menawarkan saham perdana atau initial public offering (IPO).
Direktur Keuangan Bank DKI Sigit Prastowo mengatakan bahwa sebagai badan usaha milik daerah, banyak faktor internal dan eksternal yang harus dipertimbangkan. Perusahaan tengah menunggu lampu hijau dari pemilik saham mayoritas, yakni Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
“Kami belum bisa bicara dulu [waktu realisasi], tapi yang jelas ini proses masih berjalan,” katanya belum lama ini.
Sementara itu Bank DKI membukukan ertumbuhan kredit sebesar 27% secara tahunan (year-on-year/yoy) sepanjang 2018. Kredit multiguna, infrastruktur, dan yang menyasar usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menjadi kontributor utama.
Direktur Keuagan Bank DKI mengatakan bahwa kredit konsumer, khususnya multiguna naik 27% yoy pada tahun lalu. Sektor UMKM pada saat yang sama tumbuh sekitar 50% yoy.
“Kalau infrastruktur kami terlibat sindikasi yang cukup besar untuk tol Jakarta. Kami ikut Rp4 triliun lebih dari total kredit Rp11 triliun,” kata Sigit.
Sigit melanjutkan pertumbuhan dua digit tahun lalu tidak terlepas dari strategi perseroan untuk mulai menggenjot penyaluran kredit setelah berbenah kredit macet. Seperti diketahui, rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) Bank DKI sempat menyentuh 7,9% pada 2015.
Kemudian per akhir 2018, rasio NPL Bank DKI sudah di bawah batas aman Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau tepatnya sekitar 2,7%. Saat ini tersisa segmen kredit pemilikan rumah (KPR) yang masih menyimpan kredit bermasalah.
Kendati tumbuh kencang tahun lalu, kredit Bank DKI yang diserap oleh sektor UMKM belum mencapai ketentuan otoritas. Akhir tahun lalu kontribusi UMKM sekitar 10%.
Tahun ini Bank DKI berupaya menyesuaikan dengan ketentuan otoritas. Hal tersebut akan dilakukan dengan memanfaatkan jaringan kantor Bank DKI yang berada di pasar. Sekitar 28% dari 279 kantor layanan Bank DKI berada di wilayah pasar