Bisnis.com, JAKARTA — Aturan modal minimal yang disyaratkan untuk industri teknologi finansial atau tekfin senilai Rp1 miliar dinilai menyulitkan pemain pemula.
Ketua Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) Ronald Yusuf Wijaya mengatakan bahwa banyak talenta muda yang memiliki ide inovatif untuk membangun perusahaan tekfin syariah. Namun, banyak yang masih terkendala oleh ketersediaan modal.
“Tekfin syariah banyak yang masih start-up atau bootstrap. Jadi modal terbatas tapi idenya bagus. Jadi lebih banyak yang mendaftar terlebih dahulu, baru mereka cari sumber pendanaan,” katanya, belum lama ini.
Berdasarkan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), setiap perusahaan tekfin peer-to-peer (P2P) lending harus menyiapkan setoran modal senilai minimal Rp1 miliar.
Di samping itu, setiap tekfin berbasis syariah juga harus mempekerjakan seorang dewan penasihat syariah (DPS). “Sederhana sebetulnya. Namun, kalau hal seperti ini didukung pemerintah kami bisa berikan alternatif misal dengan menunjuk DPS untuk beberapa perusahaan tekfin,” ujarnya.
Kendati demikian, Ronald tetap optimistis bahwa perkembangan tekfin syariah akan semakin baik, didukung oleh pemain baru yang akan terus masuk. Dia memprediksi jumlah anggota AFSI akan bertambah menjadi 100—150 anggota dari sebelumnya 55 hingga akhir tahun lalu.
Tak hanya tekfin yang bergerak di bisnis P2P lending, para pemain baru diprediksi akan muncul dari lini bisnis equity crowdfunding, blockchain, atau agregator.
Direktur Pengaturan, Perizinan dan Pengawasan Financial Technology OJK Hendrikus Passagi mengatakan perusahaan tekfin syariah agak sulit berkembang karena masih mengalami kendala, seperti pemenuhan syarat dari Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Saat ini baru ada dua P2P lending syariah dari 99 penyelenggara yang terdaftar di OJK.