Bisnis.com, JAKARTA - Potensi korupsi maupun kecurangan pada pengadaan dan pengelolaan obat disebut berkurang sejak pemberlakuan sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Anggota Direktorat Litbang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Syahdu Winda mengatakan program JKN telah mengubah paradigma dunia kesehatan termasuk sistem pengadaan obat.
"Ada beberapa faktor yang menyebabkan potensi kecurangan tata kelola obat berkurang," ujarnya, Selasa (26/2).
Berkurangnya kecurangan dalam pengelolaan obat itu karena penetapan formularium nasional (fornas) obat untuk mengendalikan mutu dan biaya kesehatan pada sistem JKN.
Dengan adanya sistem pengadaan obat melalui katalog elektronik atau e-katalog telah mengurangi pengadaan obat secara konvensional yang tentunya rawan praktik korupsi.
"E-katalog bisa mengurangi kerawanan secara signifikan karena untuk pengadaan konvensional cenderung sulit dikendalikan," katanya.
Tentunya berkurangnya kecurangan dalam pengadaan obat juga berdampak pada turunnya prosentase biaya belanja obat secara signifikan.
Adapun sebelum JKN diberlakukan prosentase biaya belanja obat mencapai 40%, sedangkan setelah sistem JKN ini diterapkan prosentasennya menurun menjadi sektiar 20%.
"Angka ini sudah sangat baik dan ini poin penting bagaimana JKN itu diupayakan untuk mengendalikan mutu pelayanan kesehatan," ucap Winda.
Oleh karena itu, dia juga mendesak agar fasilitas kesehatan harus disiplin mengajukan rencana kebutuhan obat (RKO) agar jumlah kebutuhan dan obat yang dibelanjakan bisa sejalan.
Pasalnya, menurut data KPK pada 2016, baru 59% rumah sakit pemerintah dan 2% rumah sakit swasta di Indonesia yang mengajukan RKO.
"Pemerintah juga harus memastikan e-katalog untuk pengadaan obat sesuai dengan fornas dan kebutuhan di masing-masing daerah," tuturnya