Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Danamon Indonesia Tbk. membuka peluang untuk kembali menerbitkan surat berharga demi meningkatkan likuiditas pada paruh kedua tahun ini.
Chief Officer dan Direktur Bank Danamon Satinder Ahluwalia mengatakan, emisi surat utang tersebut paling banyak Rp2 triliun.
Hal itu merupakan lanjutan dari emisi pada Mei 2019 sebesar Rp2 triliun yang merupakan bagian dari Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB) Obligasi Berkelanjutan I Bank Danamon Tahap I/2019 dengan target total Rp5 triliun.
Dia optimistis, penerbitan surat utang itu bisa berjalan mulus. Ahlu, begitu dia biasa disapa, beralasan sejumlah investor telah menyatakan minatnya untuk bertransaksi jika Danamon kelak menerbitkan surat utang.
“Semester II nanti akan kami lihat, kalau diperlukan ya kami akan issue bond, karena banyak yang tertarik dari institusi-institusi yang besar, mereka mau beli kalau kami terbitkan green bond. Kalau mau issue lagi pada semester II nanti mungkin maksimal Rp2 triliun,” katanya di Jakarta, belum lama ini.
Meski begitu, penghimpunan dana dari pasar modal tersebut akan dipertimbangkan jika kredit tumbuh sesuai dengan target perseroan di kisaran 8%—10%. Emiten bersandi BMDN itu ingin menjaga keseimbangan antara beban biaya dana serta margin bunga bersih dan laba.
“Kami tidak perlu issue bond untuk likuiditas, tapi kami akan issue untuk menjaga rasio seperti LCR [loan coverate ratio], NSFR [net-stable funding ratio] karena kami mau amankan dengan buffer 10%—15%,” ujarnya.
Lebih lanjut, Ahlu menegaskan bahwa saat ini kondisi likuiditas perseroan masih mencukupi untuk mendukung rencana bisnis.
“Likuiditas tidak ketat. Kami banyak cari funding dari dana pihak ketiga, baik yang dana murah atau tabungan dan giro maupun regular term deposit. Selain itu Danamon juga baru issue bond Rp2 triliun pada Mei ini, jadi likuiditas tidak ada masalah apapun,” katanya.
Rasio intermediasi makroprudensial Bank Danamon saat ini ada di kisaran 94%. Meski cukup tinggi, menurut Ahlu, rasio itu masih di level aman dibandingkan dengan kondisi 2-3 tahun lalu saat rasio likuiditas BMDN di level 105%—110%.
“Apalagi rasio CAR [capital adequacy ratio] kami masih 22%, itu cukup besar capital-nya. Kami tidak akan cari banyak funding kalau tidak ada loan demand.”
Pada kuartal pertama tahun ini, net interest margin (NIM) Bank Danamon sempat mengalami penurunan sebesar 10—15 bps akibat naiknya biaya dana sejak semester II/2018.
Ahlu memperkirakan, penurunan tersebut masih akan terjadi hingga akhir tahun 2019 dengan kisaran sebesar 5 bps—10 bps akibat cost of fund (CoF) yang masih cukup tinggi.
“NIM pasti akan turun karena CoF naik, sedangkan loan yield tidak bisa dinaikkan karena kompetisi yang cukup besar. Selain itu kalau yield dinaikkan akan berdampak pada nasabah dan menaikkan NPL. Loan yield kami pertahankan, dan volume kredit kami naikkan,” paparnya. (Ropesta Sitorus)