Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Modal Pas-Pasan, Bank Nasional Rentan Pindah ke Tangan Asing

Kondisi bank kecil di Tanah Air yang memiliki keterbatasan permodalan masih membuka ruang cukup lebar bagi pemodal luar negeri untuk menanamkan investasinya di Indonesia.
Nasabah melakukan transaksi perbankan di Galeri  ATM, di Bandung, Jawa Barat, Senin (9/4/2018)./JIBI-Rachman
Nasabah melakukan transaksi perbankan di Galeri ATM, di Bandung, Jawa Barat, Senin (9/4/2018)./JIBI-Rachman

Bisnis.com, JAKARTA — Kondisi bank kecil di Tanah Air yang memiliki keterbatasan permodalan masih membuka ruang cukup lebar bagi pemodal luar negeri untuk menanamkan investasinya di Indonesia.

Apalagi kondisi bisnis yang sulit membuat modal cenderung semakin tergerus. Dalam kondisi ini, bank-bank kecil kemungkinan akan lebih membuka diri terhadap tawaran investasi dari pemodal baru, termasuk dari investor asing.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pertumbuhan modal inti bank umum pada Agustus tahun ini adalah 11,1% (year-on-year/yoy). 

Namun, pertumbuhan modal ini hanya ditopang oleh bank umum kelompok usaha (BUKU) IV yang pertumbuhannya mencapai 21,3% yoy). Sementara itu, bank kecil stagnan. Bahkan merosot, yakni BUKU I, II, dan III masing-masing hanya tumbuh -8,8%, 0,3%, dan 1,1%.

Tergerusnya modal merupakan dampak negatif dari penurunan kualitas kredit, yang membuat beban pencadangan bank semakin tinggi. Pertumbuhan kredit melandai juga menghalangi bank-bank ini untuk memperoleh pendapatan guna meningkatkan modal bisnisnya.

Terlebih, pada awal tahun depan, implementasi PSAK 71 juga akan menjadi tantangan tersendiri bagi bank-bank yang memiliki modal pas-pasan. Pasalnya, perhitungan pencadangan kali ini memasukkan proyeksi masa depan yang berpotensi semakin mengerek beban pencadangan.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan kondisi bank menengah kecil ini menjadi peluang bagi investor asing untuk masuk ke dalam negeri. Pasalnya, investor asing memiliki kecukupan informasi dan modal untuk memperbaiki kinerja bank-bank yang, bahkan, telah terpuruk.

“Tanpa melihat data penggerusan modal tersebut, bank-bank di Indonesia memang sudah menjadi incaran utama bagi pemilik-pemilik modal asing di luar negeri,” katanya, Selasa (22/10).

Piter menyampaikan kecepatan proses akuisisi asing terhadap bank lokal hanya terbatas negosiasi harga.
Untuk persoalan pengelolaan, investor asing biasanya sudah memiliki rencana bisnis yang matang untuk jangka pendek dan panjang, sehingga sudah siap beroperasi setelah aksi korporasinya efektif.

“Kita lihat sendiri, Bank Mutiara saja tetap laku. Bank Muamalat juga menjadi pertimbangan bagi bank-bank asing,” tuturnya.

Adapun, kabar tentang penetrasi asing ke industri perbankan Tanah Air masih berembus cukup hangat sepanjang tahun ini. Salah satu contohnya adalah PT Bank Permata Tbk. yang masih belum menemukan jodohnya.

Setelah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. mengurungkan niat untuk akuisisi Bank Permata, sontak bank dari Jepang dan Singapura disebut-sebut memasang mata kepada emiten bank berkode BNLI tersebut. Bahkan, Bank DBS juga dikabarkan hendak membeli sejumlah saham Bank Permata.

Baru-baru ini, bank asal Korea Selatan melalui PT Bank IBK Indonesia Tbk. juga telah mengumumkan fokusnya pada penggarapan segmen usaha mikro kecil menengah, setelah berhasil menggabungkan PT Bank Mitraniaga Tbk. ke PT Bank Agris Tbk.

Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk. Wisnu Wardana mengatakan bahwa kualitas aset bank kecil yang baik akan menjadi pertimbangan investor asing untuk mengakuisisi bank kecil.

“Mereka pastinya maunya langsung bisa ekspansi tanpa terlalu banyak melakukan pembenahan,” katanya.

Di sisi lain, adopsi sistem digital yang memadai akan menjadi nilai tambah. Pasalnya, bank luar negeri yang cenderung lebih siap dalam hal teknologi cenderung mencari partner yang juga kuat dalam teknologi.

“Jika teknologi sudah bagus, tentunya bank yang diakuisisi tinggal menyesuaikan dengan segmen pasar dari investor barunya. Itu bisa bisnis transaksi, ritel, atau bahkan korporasi,” katanya.

KONGLOMERASI

Adapun, di luar investor asing, Wisnu menyebutkan banyak juga konglomerasi yang tengah mencari bank, atau merencanakan ekspansi anorganik bank yang telah dimilikinya.

Sebagai informasi, Grup Sinarmas melalui PT Bank Sinarmas Tbk. menjadi pembeli siaga saham PT Bank China Construction Bank Indonesia Tbk. (MCOR). Selain itu, ada juga Grup Djarum, melalui PT Bank Central Asia Tbk. yang telah mengakuisisi PT Bank Royal Indonesia. Perseroan bahkan tidak menampik tengah mencari satu bank lagi untuk di akuisisi.

Terlepas dari kondisi bank kecil yang sulit serta aturan-aturan yang semakin menekan kinerja, Kepala Riset Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Lando Simatupang menyampaikan perkembangan industri perbankan Tanah Air memang membutuhkan suntikan dana asing.

“Kalau berbicara asing memang sensitif, tetapi hal ini memang membuka kesempatan bank lokal diambil oleh bank asing atau dimerger,” katanya.

Meski tak mengungkapkan rencana-rencananya, pemilik Mayapada Group Dato’ Sri Tahir menyampaikan indsutri perbankan Indonesia masih cukup menguntungkan untuk terus ditingkatkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper