Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. pada kuartal III/2019 mencatatkan pertumbuhan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 9,91% jika dibandingkan dengan periode yang sama menjadi Rp959,24 triliun. Pertumbuhan ini lebih tinggi daripada rata-rata industri sebesar 7,62% per Agustus 2019.
Naiknya nilai DPK yang dikelola BRI ditopang pertumbuhan giro sebesar 21,77% year-on-year (yoy) menjadi Rp171,85 triliun. Simpanan jenis tabungan naik 9,20% yoy menjadi Rp384,02 triliun, sedangkan deposito naik 6,16% yoy menjadi Rp403,37 triliun.
“Pertumbuhan giro dan tabungan atau CASA [current account saving account ] yang lebih tinggi mampu dongkrak rasio dana murah. Pada kuartal III/2019, CASA mencapai 57,95% atau Rp555,87 triliun. Ini meningkat dibandingkan rasio pada kuartal III/2018 yakni 56,46%,” ujar Direktur Utama BRI Sunarso dalam pemaparan kinerja perseroan, Jakarta, Kamis (24/10).
Pada periode yang sama rasio pembiayaan dan pendanaan (loan to deposit ratio/LDR) perseroan tercatat naik dari 92,69% menjadi 94,15% per akhir September 2019. Sementara itu, rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) perseroan meningkat menjadi 21,89%.
Menurut Sunarso, saat ini BRI tengah mengalami tantangan disrupsi dalam menjaring DPK. Hal ini terjadi karena kemajuan teknologi membuat masyarakat bisa melakukan transaksi keuangan tanpa harus melalui bank.
Sunarso menyebut, disrupsi yang terjadi pada segmen wholesale tidak begitu banyak mempengaruhi kinerja perseroan dalam menjaring DPK. Namun, disrupsi di segmen ritel membuat kerja BRI harus digenjot dan perseroan mau tak mau melakukan transformasi layanan.
“Ritel sangat terdisrupsi karena kalau mau dapat di ritel cari rekening sebanyaknya dan transaksi sesering-seringnya. Tetapi sekarang orang bisa transaksi sesering-seringnya di luar perbankan. Bahwa akhir duitnya memang ke bank, tapi butuh integrasi lebih clear lagi antara sistem di luar perbankan dan di dalam perbankan,” ujarnya.
Disrupsi ini juga diakui terjadi dan mempengaruhi kinerja BBRI dalam hal penyaluran pembiayaan. Sunarso menyebut, disrupsi ini yang membuat BRI harus segera masuk dan menggencarkan penyaluran pembiayaan secara digital.