Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Blak-blakan, Dirut Jiwasraya Ungkap Akar Masalah

Bisnis.com, JAKARTA — Kondisi keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Peresero) terperosok hingga kini mencatatkan risk based capital atau RBC -805% karena satu produk, yakni Saving Plan. Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko buka suara bagaimana hal tersebut dapat terjadi.
Pejalan kaki melintas di dekat logo PT Asuransi Jiwasraya, di Jakarta, Jumat (12/10/2018)./JIBI-Dedi Gunawan
Pejalan kaki melintas di dekat logo PT Asuransi Jiwasraya, di Jakarta, Jumat (12/10/2018)./JIBI-Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA — Kondisi keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Peresero) terperosok hingga kini mencatatkan risk based capital atau RBC -805% karena satu produk, yakni Saving Plan. Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko buka suara bagaimana hal tersebut dapat terjadi.

Hexana menjelaskan bahwa setelah dirinya dan jajaran direksi baru menempati kursi manajemen, perseroan bersama salah satu konsultan melakukan kajian terkait akar permasalahan dari merosotnya kondisi keuangan Jiwasraya.

Saat ini Jiwasraya mencatatkan RBC jauh di bawah ketentuan minimal dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yakni 120%. Per September 2019, ekuitas perseroan tercatat negatif Rp23,92 triliun dan mengalami kerugian Rp13,74 triliun.

Menurut Hexana, kajian yang dilakukannya berbuah tiga poin akar permasalahan. Pertama, perseroan meluncurkan produk yang membutuhkan likuiditas tinggi, tetapi menjanjikan imbal hasil yang sangat tinggi. 

Imbal hasil yang tinggi tersebut menarik minat sejumlah nasabah dan menjadi sumber cuan bagi Jiwasraya. Hal tersebut terlihat dari terus bertambahnya nilai premi produk JS Plan, hingga puncaknya pada 2017 pendapatan premi Saving Plan mencapai 75,3% dari total premi Jiwasraya.

Pada 2015, perolehan premi JS Plan mencapai Rp5,15 triliun atau 50,3% dari total premi kala itu, pada 2016 meningkat menjadi Rp12,57 triliun (69,5% dari total premi), dan 2017 menjadi Rp16,54 triliun dengan total premi Rp21,91 triliun. Pada 2018, perolehan premi JS Plan menyusut menjadi Rp5,46 triliun atau 51,1% dari total premi.

"Kenyataannya [imbal hasil JS Plan] tidak pernah bisa di-cover oleh investasi. Imbal hasil yang dijanjikan itu efektifnya 13%, turun jadi 7%, kondisi pasar jauh lebih rendah dari itu [sehingga menyebabkan kerugian]," ujar Hexana dalam paparannya saat rapat dengan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senin (16/12/2019).

Dia menjelaskan bahwa saat pasar mulai bergejolak, para investor atau pemegang polis mulai mempertanyakan underlying  investasi keuangan dari Jiwasraya. Hal tersebut berpengaruh terhadap menurunnya perolehan premi JS Plan pada 2018.

Akar permasalahan kedua, menurut dia, adalah penempatan investasi yang sangat jauh dari prinsip kehati-hatian. Hal tersebut menimbulkan masalah besar karena di sisi liabilitas, produk JS Plan mencatatkan kewajiban berbiaya tinggi.

Menurut Hexana, investasi perseroan digeser ke instrumen saham dan reksadana saham dengan volatilitas tinggi untuk mengejar tuntutan imbal hasil jumbo. Jika mengacu pada ketentuan OJK terkait komposisi penempatan investasi, imbal hasil JS Plan tidak akan terpenuhi.

Naas, langkah 'nekat' menempatkan risiko yang terkonsentrasi di saham dan reksadana saham tier 3 berujung boncos. Bahkan, menurut Hexana, saham yang dipilih kala itu merupakan saham yang kinerjanya tidak baik, sehingga semakin membuka gerbang menuju masalah saat ini.

"Kenapa pilihannya seperti itu? Kalau diinvestasikan dalam bentuk government bond sesuai ketentuan 30% [dari total portofolio], itu tidak akan pernah mengejar janji return kepada nasabah. Ketika risiko terkonsentrasi pada portofolio tier 3, ketika market crash dia turunnya lebih banyak, ketika market recover dia mungkin tidak ikut recover," ujar Hexana.

Dia menjabarkan, akar permasalahan ketiga adalah adanya penyajian balance sheet yang tidak sesuai. Hal tersebut sebetulnya telah ditemukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melalui audit pada 2015.

"Ditemukan penyajian balance sheet yang overstated aset tapi understated di sisi liabilitas, sehingga angka-angka perusahaan sebenarnya semu. Yakni saham divaluasi dengan angka tinggi, sedangkan di sisi liabilitas perhitungan cadangannya kurang dari ketentuan," ujar dia.

Hal tersebut memberikan dampak signifikan saat kondisi perekonomian makro mulai bergejolak pada penghujung 2017 dan awal 2018. Investasi-investasi yang ada dalam balance sheet tersebut nilainya berjatuhan dan membuat masyarakat mulai meragukan Jiwasraya. 

"Kalau melihat track record, kepercayaan masyarakat mulai menurun pada akhir 2017. Kalau saya melihat data empirisnya, memang pencairan [klaim] terus menerus [terjadi mulai 2018]," ujar Hexana.

Gelombang pencairan klaim tersebut berimbas pada kondisi keuangan Jiwasraya karena ketatnya kondisi likuiditas. Kewajiban klaim tidak dapat ditutup dengan penjualan aset, sehingga alat-alat seperti giro dan deposito mulai dicairkan dan kebutuhan klaim tetap tidak terpenuhi.

Alhasil, pada 15 Oktober 2018 manajemen Jiwasraya kala itu mengumumkan gagal bayar klaim polis JS Plan senilai Rp802 miliar. Sisa likuiditas yang ada digunakan direksi untuk terus beroperasi, karena upaya penyehatan hanya dapat dilakukan jika perseroan terus berjalan.

"Ketika kami [jajaran direksi] baru masuk sebetulnya perusahaan sudah tidak punya uang. Itu kalau saya sampaikan, hasilnya apa? Hasilnya maka perusahaan dalam tekanan likuiditas luar biasa," ujar Hexana.

Saat ini direksi bersama Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengupayakan perbaikan kondisi perseroan dengan berbagai upaya, salah satunya adalah pembentukan anak usaha Jiwasraya Putra. Upaya tersebut akan terus berjalan, terlebih setelah direksi menyatakan tidak mampu memenuhi kewajiban klaim jatuh tempo pada akhir 2019.

Menurut Hexana, pembentukan anak usaha merupakan upaya pencarian sumber dana paling memungkinkan dilakukan perseroan, tetapi belum dapat tuntas dalam akhir tahun ini karena masih berada dalam proses due diligence dengan delapan calon investor.

"Tentu itu tidak bisa [membayarkan klaim jatuh tempo akhir 2019], sumbernya [dana] dari corporate action. Makanya saya memohon maaf kepada seluruh nasabah, dari awal saya menyampaikan saya tidak bisa memastikan tanggalnya [pembayaran klaim] kapan karena ini semuanya dalam proses," ujar Hexana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper