Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengamat: Konsolidasi Paksa Bisa Hindari Risiko Bank Gagal

Saat ini, kondisi perbankan Indonesia masih cukup solid jika melihat kemampuan modal, rasio kredit bermasalah yang rendah, dan profitabilitas bank sebelum merebaknya pandemi covid-19.
Karyawan berada di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, Jumat (17/1/2020). Bisnis/Abdullah Azzam
Karyawan berada di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, Jumat (17/1/2020). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat Perbankan dari Universitas Bina Nusantara Doddy Ariefianto berpendapat langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempercepat upaya konsolidasi perbankan merupakan langkah preventif di tengah situasi pelemahan ekonomi akibat virus corona (covid-19).

Menurutnya, jika memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mengalami koreksi negatif, maka dikhawatirkan ada beberapa bank yang tidak kuat menghadapi tekanan tersebut.

Dalam skenario terburuk, jika ada bank gagal, regulator dengan wewenangnya dapat mengarahkan bank yang bermodal kuat untuk menyelamatkan bank yang tidak kuat tersebut.

Dengan demikian, kasus terjadinya kejatuhan bank secara masif pada krisis 1997-1998 tidak akan kembali terulang, di mana saat itu tidak ada pilihan bagi bank sehingga harus diselamatkan oleh negara.

"Pilihannya ditutup atau diselamatkan kalau tidak mampu lagi pemilik yang lama, supaya tidak di-bailed out oleh negara. OJK mungkin melihat itu untuk antisipasi," katanya.

Jadi, paradigma yang diusahkan yaitu bank menyelamatkan sesama bank. Doddy menilai langkah tersebut pantas untuk keselamatan negara yang juga tengah tertekan oleh pandemi covid-19.

Meski demikian, Doddy mengatakan kondisi perbankan Indonesia masih cukup solid jika melihat kemampuan modal, rasio kredit bermasalah yang rendah, dan profitabilitas bank sebelum merebaknya pandemi covid-19.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan, per Desember 2019, kemampuan modal perbankan secara industri berada pada level 23,40 persen. Sementara rasio kredit bermasalah perbankan masih terjaga pada level 2,52 persen.

Adapun, aturan konsolidasi perbankan tersebut tertuang dalam Perpu RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Andaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

Tertulis dalam pasal 23, bahwa untuk mendukung pelaksanaan kewenangan KSSK dalam rangka penanganan permasalahan stabilitas sistem keuangan, OJK diberikan kewenangan untuk, ayat (a), memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan untuk melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, integrasi dan/atau konversi.

Bagi lembaga jasa keuangan yang diarahkan OJK untuk melakukan konsolidasi dapat dikenakan sanksi apabila mengabaikan atau menolak arahan tersebut.

Pada pasal 26, disebutkan setiap orang yang dengan sengaja mengabaikan, tidak memenuhi, tidak melaksanakan atau menghambat pelaksanaan kewenangan OJK, dipidana dengan penjara paling singkat 4 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp10 miliar atau pidana penjara paling lama 12 tahun dan pidana denda paling banyak Rp300 miliar.

Sementara jika pelanggaran dilakukan oleh korporasi, akan dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp1 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper