Bisnis.com, JAKARTA - Bank umum kegiatan usaha (BUKU) I dan II dinilai masih sulit merespon penurunan suku bunga acuan Bank Sentral lantaran kondisi likuiditas yang masih ketat.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan mengatakan kondisi likuiditas di industri masih berbeda-beda mengikuti segmentasi perbankan.
"Bank-bank kecil relatif masih mengalami kesulitan likuiditas sehingga sulit untuk menurunkan suku bunga. Kebijakan pelonggaran likuiditas oleh Bank Indonesia juga dampaknya berbeda antar segmen bank," kata Piter kepada Bisnis, Selasa (7/4/2020).
Menurutnya, kebijakan pelonggaran likuiditas yang dilakukan Bank Indonesia hanya dinikmati oleh bank besar yang memiliki basis nasabah yang sangat luas.
Sementara, bank kecil tidak banyak mendapatkan manfaat dari pelonggaran likuiditas BI tersebut.
Piter menilai, demikian juga bila nantinya BI melakukan pembelian surat berharga negara (SBN) atau quantitative easing.
Baca Juga
"Saya perkirakan belum akan mengakhiri segmentasi perbankan. Kucuran likuiditas akan lebih banyak dinikmati bank besar," jelas Piter.
Adapun, mengacu pada data Lembaga Penjamin Simpanan, suku bunga special rate tenor 1 bulan Bank BUKU I dan II pada kuartal I/2020 masing-masingnya 6,60 persen dan 6,72 persen, turun 23 dan 35 bps (month-to-month/mtm).
Posisi suku bunga special rate tersebut masih tertinggal dari BUKU III dan IV yang posisi 6,22 persen dan 5,69 persen. Masing-masing BUKU tersebut turun 43 bps dan 25 bps secara mtm.
CFO PT Bank Sahabat Sampoerna Henky Suryaputra menyampaikan perseroan telah telah menurunkan tingkat suku bunga deposito rata-rata sebesar 25 bps untuk pembukaan atau perpanjangan deposito yang dilakukan sejak awal Maret lalu.
Perseroan mencatat, kini tingkat bunga deposito rata-rata berkisar antara 5,50 persen – 6,00 persen. Dia pun menyatakan rasio likuiditas bank saat ini masih terjaga dengan baik.
"Kami masih menyusun laporan keuangan Bank Sampoerna untuk kuartal pertama 2020. Namun, demikian dapat kami sampaikan bahwa likuiditas cukup terjaga dengan baik," katanya.
Per akhir Februari 2020, perseroan mencatat LDR berada pada level 85 persen. Sementara per akhir Maret 2020, Henky memperkirakan LDR tidak jauh berbeda dari LDR pada Februari 2020, di bawah 90 persen.
"Menjaga kepercayaan nasabah adalah hal penting bagi kami. Kami senantiasa mengelola nasabah dengan penuh tanggung jawab dan sangat berhati-hati," jelasnya.