Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekuitas Reasuransi Tanah Air dan Ragam Sorotan di Tengah Rencana Merger oleh Danantara

Pernyataan Danantara melakukan pemangkasan bisnis asuransi menjadi tiga entitas bergulir. Sebagian anggota menyiapkan peta jalan, lainnya sebut belum terinfo.
Gedung reasuransi Nasional Re (Nasre)./Source: Nasre
Gedung reasuransi Nasional Re (Nasre)./Source: Nasre

Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Asuransi Indonesia (DAI) menilai penguatan permodalan industri reasuransi nasional sudah menjadi prioritas utama regulator dan pemegang saham. Penguatan iniuntuk memperdalam kapasitas reasuransi domestik menyerap dan mengelola retensi yang memperkuat neraca perdagangan dalam negeri.

Yulius yang juga Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pialang Asuransi dan Reasuransi Indonesia (APPARINDO) mengatakan bahkan jika penguatan permodalan tersebut dilakukan dengan cara penggabungan reasuransi pelat merah, hal itu tetap harus mempertimbangkan masing-masing kondisi fundamental keuangan perusahaan.

"Pandangan saya memang harus ada perbaikan di raport masing-masing reasuransi dulu. Karena bila tidak, maka malah akan mengurangi kapasitas akseptasi perusahan baru hasil merger," kata Yulius kepada Bisnis, Kamis (3/7/2025).

Adapun wacana merger tiga perusahaan reasuransi pelat merah ini disampaikan oleh PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re, bahwa ada rencana dilakukan merger antara Indonesia Re, PT Tugu Reasuransi Indonesia (Tugure), dan PT Reasuransi Nasional Indonesia (Nasional Re) yang ditargetkan melebur pada 2028 nanti.

Sedangkan bila merujuk laporan keuangan 2024 masing-masing perusahaan, Indonesia Re per Desember 2024 mencatatkan ekuitas sebesar Rp2,52 triliun atau terkoreksi 6,7% year on year (YoY), sedangkan aset perusahaan mencapai Rp15,29 triliun atau tumbuh 7,7% YoY.

Hasil investasi Indonesia Re pada 2024 tumbuh 37,1% YoY menjadi Rp440,19 miliar, sedangkan hasil underwriting perusahaan terkoreksi 32,7% YoY menjadi Rp119,49 miliar. Pada 2024, Risk Based Capital (RBC) Indonesia Re naik tipis menjadi 132,83% dari posisi 2023 di level 132,65%.

Sementara pada rapor Tugure, perusahaan pada 2024 mencatatkan ekuitas sebesar Rp1,52 triliun atau tumbuh 6% YoY, sedangkan aset perusahaan naik tipis 0,4% YoY menjadi Rp5,9 triliun.

Sedangkan, hasil investasi Tugure pada 2024 tercatat tumbuh 6,2% YoY menjadi Rp156,81 miliar, sementara hasil underwriting perusahaan pada 2024 berbalik positif menjadi Rp91,12 miliar usai pada 2023 mencatat hasil underwriting -Rp71,92 miliar.

Terakhir, untuk Nasional Re, perusahaan pada 2024 menunjukkan beberapa indikator kinerja negatif. Ekuitas Nasional Re per Desember 2024 tercatat -Rp1,23 triliun, memburuk dari posisi sebelumnya sebesar -Rp236,59 miliar pada 2023. Sedangkan, aset perusahaan tercatat Rp8,23 triliun atau terkoreksi 15,5% YoY dibanding aset periode 2023 sebesar Rp9,74 triliun.

Pada 2024, Nasional Re mencatatkan hasil investasi sebesar Rp314,49 miliar, turun 26,8% YoY dibanding hasil investasi 2023 sebesar Rp429,53 miliar. Hasil underwriting perusahaan per Desember 2024 -Rp1,04 triliun, memburuk dibanding hasil underwriting pada 2023 yang masih positif yakni Rp1,19 triliun.

Kinerja negatif tersebut membuat RBC Nasional Re pada 2024 memburuk menjadi -108,41% dibanding RBC 2023 di level -34,49%.

Yulius melanjutkan, ketika nanti dalam skenarionya merger reasuransi BUMN benar-benar terjadi, dia melihat persaingan pasar reasuransi dalam negeri semestinya akan menjadi lebih sehat.

"Dengan catatan bila semua pelaku reasuransi lokal memiliki selera risiko dan kapasitas akseptasi yang relevan dengan kebutuhan para asuradur di Indonesia sebagai user kapasitas mereka," ujarnya.

Sementara itu, jika bicara ihwal besaran angka premi reasuransi yang bisa diserap industri domestik, menurutnya hal itu membutuhkan kajian lebih lanjut.

"Saat ini belum ada analisa yang dilihat bersama oleh kami. Namun harapannya adalah adanya kenaikan premi reasuransi lokal naik dua kali bila konsolidasi reasuransi lokal terjadi," pungkasnya.

Pernyataan Tugu Re

Meski ada pernyataan akan dilakukan merger industri asuransi menjadi 3 kelompok bisnis dari Danantara dan diperkuat oleh paparan Indonesia Re, tidak semua perusahaan menyatakan mengetahui aksi ini.

"Saya kemarin coba cek ke salah satu pemegang saham, saya sampai hari ini [diberitahu] tidak ada obrolan," kata Presiden Direktur Tugure Teguh Budiman saat ditemui Bisnis di Kantor Tugure, Jakarta, Kamis (3/7/2025).

Dalam konteks penguatan industri reasuransi, Teguh mengatakan Tugure sangat sepakat. Dia melihat saat ini memang premi reasuransi banyak yang lari ke luar negeri. Berdasarkan data, neraca pembayaran sektor asuransi sejak 2022, 2023 dan 2024 masing-masing sebesar Rp7,95 triliun, Rp10,2 triliun dan menjadi Rp12,1 triliun.

Namun, dalam konteks melakukan merger dengan dua perusahaan reasuransi BUMN lainnya, Tugure masih menunggu arahan pemegang saham. Teguh menegaskan pada prinsipnya Tugure selalu mendukung 100% program pemegang saham.

"Memang saya setuju dengan memperkuat kondisi reasuransi, itu setuju sekali. Tapi yang saya kaget, tiba-tiba Indonesia Re ngomong begit. Saya tadi pagi komunikasi dengan Dirut Nasional Re, Dirut Nasional Re juga bengong [belum dapat informasi], Pak Albert. Saya juga tidak tahu, kata dia," ujarnya.

Sebelumnya, Direktur Utama Indonesia Re Benny Waworuntu mengatakan ada wacana untuk merger tiga perusahaan reasuransi BUMN yang ditargetkan akan rampung pada 2028.

"Ada tiga, Indonesia Re yang 100% milik negara, Nasional Re cucu usaha dari IFG dan Tugure anak perusahaan Pertamina. Kita rencana di 2028. {Hasil merger] kita akan bisa memiliki perusahaan reasuransi nasional yang besar dan kuat. [Ini] merupakan penggabungan dari 3 perusahaan reasuransi yang dimiliki negara," kata Benny dalam Rapat Dengar Pendapatan (RDP) bersama Komisi VI RPR RI, Selasa (1/7/2025).

Dalam paparan rencana timeline yang dia presentasikan, diharapkan setahun setelah reasuransi BUMN terintegrasi, ditargetkan pada 2029 perusahaanhasil merger ini bisa go global menjangkau pasar Asia.

Benny melihat keterbatasan kapasitas reasuransi di dalam negeri membuat defisit neraca pembayaran sektor asuransi dari tahun ke tahun semakin besar. Defisit tersebut dikarenakan kapasitas reasuransi dalam negeri tidak mampu mengelola retensi yang ada. Merujuk kondisi industri perasuransian sepanjang 2024, premi bruto asuransi mencapai Rp545 triliun, sementara premi bruto reasuransi lokal hanya mencapai Rp24,4 triliun.

"Kita cover asuransi yang menerima premi Rp545 triliun. Jadi kalau kita tidak kuat reasuransinya, ini Rp545 triliun diambil perusahaan reasuransi dalam negeri akan jadi lemah karena tidak punya backup permodalan yang kuat dari sisi permodalan reasuransinya," kata Benny.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper