Bisnis.com, JAKARTA - Krisis perekonomian yang disertai gelombang pemutusan hubungan kerja atau PHK dinilai akan membawa peluang pertumbuhan peserta Dana Pensiun Lembaga Keuangan atau DPLK
Direktur Eksekutif Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) Syarif Yunus menjelaskan bahwa pada 2008, saat terjadi gejolak perekonomian melanda, terjadi perubahan cukup signifikan pada industri DPLK. Menurutnya, gelombang PHK menyadarkan dunia usaha bahwa pembayaran pesangon menjadi beban besar yang kerap sulit terpenuhi.
"Sejak itu [krisis 2008] dan ditambah sejak ada DPLK Program Pensiun Untuk Kompensasi Pesangon [PPUKP] pada 2013 aset yang dikelola industri DPLK terus bertumbuh 20%–30%," ujar Syarif kepada Bisnis, Rabu (17/6/2020).
Pembayaran manfaat pensiun bagi pekerja melalui DPLK memiliki bunga yang lebih rendah, yakni 0% untuk manfaat pensiun di bawah Rp50 juta hanya 5 persen untuk di atas Rp50 juta. Sementara itu, pajak yang dikenakan bagi pembayaran pesangon oleh perusahaan bisa mencapai 25% bagi manfaat pensiun di atas Rp500 juta.
Menurut Syarif, hal tersebut membuat para pelaku usaha menyadari pentingnya kepesertaan DPLK karena pekerja pasti akan memasuki masa pensiun, dan dalam kondisi darurat mungkin terjadi PHK. Pembayaran melalui DPLK pun membuat jumlah uang yang diterima pekerja semakin besar karena potongan pajak yang lebih sedikit.
Selain itu, pada krisis 2008 tersebut, pelaku usaha menyadari bahwa program wajib Jaminan Hari Tua oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan atau BPJAMSOSTEK hanya mampu memenuhi kebutuhan dasar pekerja di masa pensiun. Oleh karena itu, diperlukan program sukarela seperti DPLK.
Baca Juga
"Karena saat ini pun tidak sedikit pemberi kerja yang merasa 'sudah cukup' dengan memberi program JHT bagi karyawannya, sehingga tidak mau lagi menambah [program pensiun di] DPLK. Kira-kira begitu," ujarnya.
Syarif menjeaskan bahwa kondisi pandemi Covid-19 setidaknya akan memberikan dua gambaran kepesertaan DPLK bagi para pemberi kerja. Pertama yakni perusahaan yang terganggu bisnisnya tidak akan memprioritaskan keikutsertaannya di DPLK untuk mengantisipasi kondisi yang sama terjadi kembali.
Kedua, perusahaan yang kondisi bisnisnya relatif normal semestinya menyadari untuk menyiapkan program DPLK bagi para pekerjanya. Besarnya gelombang PHK perlu dilihat oleh para pemberi kerja sebagai risiko, karena kewajiban membayar pesangon akan sangat memengaruhi arus kas perusahaan.
"Ada tantangan yang tidak mudah di masa pandemi ini untuk menambah kepesertaan DPLK, tapi ini juga jadi momentum untuk edukasi pasar terkait pentingnya menyiapkan program DPLK, baik untuk pemberi kerja maupun pekerja," ujar Syarif.