Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sektor Pertambangan Dibayangi Kredit Bermasalah, Tapi Pinjaman Masih Tumbuh

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rasio kredit bermasalah sektor pertambangan meningkat signifikan pada Mei 2020 dengan besaran 5,03 persen.
Aktivitas kontrak pertambangan PT Petrosea Tbk. Anak usaha Indika Energy ini memiliki pengalaman 48 tahun di bidang kontraktor pertambangan./petrosea.com
Aktivitas kontrak pertambangan PT Petrosea Tbk. Anak usaha Indika Energy ini memiliki pengalaman 48 tahun di bidang kontraktor pertambangan./petrosea.com

Bisnis.com, JAKARTA -- Kredit pada sektor pertambangan dihadapkan pada rasio kredit bermasalah yang tinggi dan rendahnya restrukturisasi.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rasio kredit bermasalah sektor pertambangan meningkat signifikan pada Mei 2020 dengan besaran 5,03 persen. Di satu sisi, restrukturisasi sektor tersebut tercatat menurun 23,84 persen pada Mei 2020.

Berdasarkan catatan Bisnis, harga komoditas logam seperti nikel, timah, dan alumunium terpantau menurun. Begitu juga dengan harga batu bara yang masih menunjukkan pelemahan.

Misalnya, harga tembaga yang sejak awal tahun hingga pertengahan Juni lalu tergerus 7,22 persen dan sempat menyentuh kevel terendah senilai US$4.630 per metrik ton pada 24 Maret 2020.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan sektor pertambangan sudah terpuruk jauh sebelum terjadinya pandemi Covid-19. Sektor pertambangan pun belum bangkit ketika harus dihantam oleh perang harga minyak dan pandemi Covid-19.

"Sektor pertambangan sudah terpuruk akibat jatuhnya harga komoditas jauh sebelum terjadinya wabah," katanya kepada Bisnis, Selasa (7/7/2020).

Kondisi ini semakin memburuk di tengah realisasi pertumbuhan kredit pertambangan yang mencatatkan nilai tertinggi dibandingkan dengan sektor lain. Kendati demikian, hingga Mei 2020, pertumbuhan kredit sektor pertambangan mencapai 8,23 persen.

Menurutnya, kredit sektor pertambangan yang tercatat tetap tumbuh tinggi bisa saja berkaitan dengan restrukturisasi dan top up kredit.

Top up kredit pada sektor pertambangan pun dinilai tidak akan merugikan bank karena dilakukan berdasarkan analisa kredit. Bank akan tetap melakukan top up kredit pada nasabah tertentu yang telah dipahami bisnisnya.

Pertumbuhan kredit ke sektor pertambangan pun masih akan bergantung kepada perkembangan ekonomi global dan harga komoditas. Meskipun, sektor keuangan biasanya akan bergerak duluan dalam pemberian kredit.

"Saya menduganya terkait dengan restrukturisasi, nasabah besar di sektor perbankan punya posisi tawar yang tinggi, mau tidak mau perbankan pasti support," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper