Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah diminta untuk membebaskan pajak pengambilan dana program tabungan hari tua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Ketenagakerjaan. Pajak itu dinilai menghambat pemanfaatan dana untuk manfaat perumahan peserta.
Hal tersebut menjadi salah satu keputusan rapat antara Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dan Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan atau BPJAMSOSTEK Agus Susanto, Rabu (8/7/2020).
Anggota Komisi IX Ansory Siregar yang menjadi pimpinan rapat menyatakan bahwa pihaknya menyepakati untuk mendesak pemerintah membebaskan pajak dari pengambilan dana Jaminan Hari Tua (JHT). Tuntutan itu akan disampaikan melalui Ida selaku mitra Komisi IX.
"Komisi IX DPR mendesak pemerintah untuk membebaskan pajak pengambilan dana JHT bagi peserta BPJS Ketenagakerjaan," ujar Ansory saat membacakan poin keenam simpulan rapat tersebut.
Agus menjelaskan bahwa peserta BPJAMSOSTEK bisa mengambil maksimal 30 persen dana JHT untuk pemanfaatan kepemilikan rumah, jika memiliki masa kepesertaan 10 tahun. Selain itu, peserta bisa mengambil maksimal 10 persen dari dana JHT untuk keperluan lain.
Menurut Agus, jumlah peserta yang mengambil sebagian dana JHT memang tidak banyak, hal tersebut karena peserta lebih memilih untuk memanfaatkan dananya di masa pensiun. Padahal dana tersebut bisa dimanfaatkan untuk pemilikan rumah.
Baca Juga
Meskipun begitu, persoalan pajak ternyata turut menjadi kendala tersendiri yang membuat peserta tidak mengambil dana lebih awal. Jika peserta mengambil dana sebagian, mereka akan dikenakan pajak progresif saat mengambil sisa dananya pada masa pensiun.
Menurutnya, para peserta akan dikenakan pajak beragam saat mencairkan sisa dana JHT, mulai dari 5 persen, 10 persen, 15 persen, bahkan bisa mencapai 20 persen. Hal tersebut dirasa memberatkan bukan hanya bagi peserta, melainkan pihak BPJAMSOSTEK sendiri.
"Masalah pajak, cukup besar, karena untuk pencairan JHT pajaknya 5 persen, kalau ambil 30 persen [di awal] sisanya nanti dikenakan pajak progresif. Daripada kena 30 persen [pajak] mending tidak di ambil di depan untuk perumahan," ujar Agus dalam rapat tersebut.
Selain itu, 30 persen dana JHT pun terkadang tidak mencukupi sebagai syarat uang muka perumahan karena tingginya harga properti. Hal tersebut dipersulit dengan adanya pajak progresif bagi peserta yang mencairkan sebagian dana JHT di awal.
Padahal, menurut Agus, dana JHT itu bisa menjadi instrumen yang tepat untuk mendorong tingkat pemilikan rumah masyarakat atau pekerja, sesuai agenda pemerintah. Hal itu pun bisa menyokong manfaat layanan tambahan (MLT) perumahan yang disediakan BPJAMSOSTEK.
"Harapan kami ke depan adanya relaksasi untuk bisa meninjau kembali pengenaan pajak progresif JHT. Ini cukup memberatkan apabila dikenakan pajak progresif," ujar Agus.