Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OJK Cabut Izin 2.591 Fintech Ilegal Sepanjang 2018-2020

Jumlah tekfin ilegal yang ditemukan Satgas Waspada Investasi pada semester I/2020 nyaris separuh dari jumlah total tekfin ilegal periode yang sama tahun sebelumnya. OJK menemukan total 1.493 perusahaan tekfin ilegal sepanjang 2019.
Pengunjung menghadiri acara FinTech for Capital Market Expo 2019 di gedung Bursa Efek Indonesia di Jakarta, Rabu (19/6/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan
Pengunjung menghadiri acara FinTech for Capital Market Expo 2019 di gedung Bursa Efek Indonesia di Jakarta, Rabu (19/6/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA - Ekosistem teknologi finansial (tekfin/fintech) Tanah Air masih dikerubuti oleh maraknya perusahaan berstatus ilegal. Namun, hal tersebut ternyata tidak mengurangi nilai pihak investor untuk menanamkan modal.

Berdasarkan paparan Satuan Tugas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang disampaikan via video daring sepanjang semester I/2020 telah ditemukan dan dihentikan sebanyak 694 perusahaan tekfin peer-to-peer (P2P) di Indonesia.

Angka tersebut termasuk tinggi. Pasalnya, jumlah tekfin ilegal yang ditemukan Satgas Waspada Investasi pada semester I/2020 nyaris separuh dari jumlah total tekfin ilegal periode yang sama tahun sebelumnya. OJK menemukan total 1.493 perusahaan tekfin ilegal sepanjang 2019.

"Sepanjang 2018-2020 Satgas telah menghentikan kegiatan 2.591 fintech P2P lending tanpa izin OJK," Ketua Satgas Waspada Investasi OJK Tongam L. Tobing Senin (13/7/2020).

Sebagai informasi, perusahaan tekfin tak berizin tersebut memiliki server yang berlokasi di 21 negara, termasuk Indonesia. Amerika Serikat memiliki jumlah server tekfin ilegal sejumlah 170 server, Singapura 94 server, China 70 server, dan Malaysia 22 server.

Satgas Waspada Investasi telah mengambil langkah tindakan untuk mengatasi masalah itu, baik preventif maupun represif. Carany dengan membatasi ruang gerak transaksi keuangan sektor perbankan dan payment system, misalnya memblokir situs dan aplikasi, serta melaporkan tekfin ilegal kepada pihak berwajib.

Tongam menjelaskan terdapat dua hal yang menjadi penyebab utama maraknya perusahaan tekfin P2P lending di Tanah Air. Pertama, mudahnya membuat situs, web, ataupun aplikasi.

"Kedua, tingkat literasi masyarakat yang masih rendah atau kesulitan keuangan," jelasnya.

Selama ini, dia menuturkan permasalahan penanganan yang ditemukan oleh Satgas Waspada Investasi di antaranya pelaku yang membentuk komunitas ilegal dan memanfaatkan kekosongan hukum.

Hasilnya, korban kerap melaporkan ke media sosial tapi enggan melaporkan ke pihak kepolisian karena belum adanya undang-undang yang mengatur administrasi dan biaya perkara yang tidak sebanding dengan jumlah kerugian.

"Kerugian-kerugian yang ditimbulkan, misalnya potensi tidak adanya penerimaan negara, tidak jelasnya data riil jumlah peminjam, hingga dugaan pencucian uang," jelasnya.

Di sisi lain, Wakil Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Sunu Widyatmoko memperingatkan agar masyarakat tidak tergiur dengan tekfin ilegal, terutama di masa krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Pada masa pandemi Covid-19 ini, tingkat kebutuhan dana masyarakat semakin meningkat. Inilah yang dimanfaatkan pelaku fintech ilegal yang mengiming-imingi pinjaman dengan syarat-syarat yang sangat mudah.

"Namun ujung-ujungnya akan merugikan masyarakat karena fintech ilegal ini sering menyalahgunakan data-data peminjamnya," kata Sunu.

Asosiasi secara konsisten memberikan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat untuk tidak meminjam uang ke tekfin ilegal untuk menghindari risiko akibat tidak adanya perlindungan nasabah oleh perusahaan karena tidak terdaftar di OJK.

Ketua Bidang Humas dan Kelembagaan AFPI Tumbur Pardede menambahkan masyarakat perlu memastikan pihak yang menawarkan pinjaman memiliki izin dari OJK sesuai dengan kegiatan yang dijalankan.

Caranya dengan mengecek terlebih dahulu legalitas sebelum menggunakan jasa fintech P2P lending. Tekfin legal harus terdaftar di OJK dan sudah menjadi anggota AFPI.

"AFPI sebagai asosiasi resmi dan mitra OJK memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi kepada anggota bila terbukti melanggar aturan dan kode etik," kata Tumbur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper