Bisnis.com, JAKARTA – Permintaan kredit sindikasi pada tahun ini diproyeksi tidak akan sebesar tahun lalu. Namun, perbankan tetap berupaya menyalurkan kredit sindikasi yang dinilai menguntungkan di tengah pandemi karena mampu meminimalisir risiko.
Direktur Corporate Banking Bank Mandiri Alexandra Askandar mengakui penyaluran kredit sindikasi pada semester I/2020 ini mengalami penurunan seiring dengan adanya pandemi dan tren pasar sindikasi global yang mengalami penurunan.
Alexandra mengutip data Refinitiv yang menyebutkan Volume Asia Pacific Syndicated Loan turun sebesar 17 persen menjadi US$195,7 miliar. Bahkan, realisasi tersebut menjadi yang terendah sepanjang delapan tahun terakhir.
Meskipun demikian, Bank Mandiri tetap melihat adanya tren positif terhadap kredit sindikasi di Indonesia. Laporan Refinitiv mencatat pada semester I/2020, Bank Mandiri telah melakukan bookrun deal hingga US$800 Juta.
Berdasarkan data Bloomberg, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. saat ini telah menyalip PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. yang pada periode semester I/2019 menjadi penyalur kredit sindikasi terbesar. Bank Mandiri meningkatkan pangsa pasar penyaluran kredit sindikasi hingga 13,4 persen menjadi 21,42 persen pada semester I/2020.
Total penyaluran kredit sindikasi Bank Mandiri selama semester I/2020 adalah senilai US$775 juta.
Baca Juga
"Bank Mandiri terus berusaha untuk memberikan pelayanan termasuk dalam hal penyaluran kredit sindikasi. Ketika awal PSBB diberlakukan, Bank Mandiri merupakan satu-satunya bank di Indonesia yang melakukan launching deal dalam market sindikasi," katanya kepada Bisnis, akhir pekan lalu.
Menurutnya, terdapat beberapa pipeline kredit sindikasi Bank Mandiri yang saat ini sedang dalam proses, yakni mulai dari tahap awal hingga beberapa dalam proses closing atau dokumentasi. Beberapa pipeline baru saat ini sebagian besar berasal dari sektor telekomunikasi, pertambangan, infrastruktur, perkebunan, properti, dan barang konsumsi.
Sementara itu, realisasi penyaluran kredit sindikasi Bank Mandiri pada semester I/2020 berada pada sektor barang konsumsi, infrastruktur, dan pertambangan.
"Kami melihat bahwa akan ada beberapa deal yang akan keluar di pasar sindikasi Indonesia dalam waktu dekat," katanya.
Data Bloomberg juga memperlihatkan penurunan penyaluran kredit sindikasi yang dilakukan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Pangsa pasar penyaluran kredit sindikasi Bank BNI adalah sebesar 12,55 persen atau turun 1,57 persen dari posisi semester I/2019.
Hal tersebut menjadikan Bank BNI menempati posisi kedua dalam penyaluran kredit sindikasi pada semester I/2020 dengan nilai US$545 juta.
Direktur Bisnis Korporasi BNI Benny Yoslim mengatakan, di tengah pandemi Covid-19, peluang sindikasi masih tetap ada. Namun, kemungkinan tidak sebanyak seperti tahun sebelumnya. Saat ini, badan usaha milik negara maupun swasta masih wait and see sekaligus membenahi sisi keuangan.
Di sisi lain, perbankan juga masih fokus pada upaya restrukturisasi ataupun relaksasi kredit terdampak Covid-19. Kondisi ini membuat BNI ekstra hati-hati dalam melakukan penyaluran kredit sindikasi.
Hanya saja, bila dibandingkan dengan kredit lainnya, pembiayaan sindikasi menjadi pilihan bagi bank saat ini karena memitigasi risiko.
"Untuk saat ini dengan konsep untuk mitigasi risiko maka kami lebih prioritas untuk dilakukan secara sindikasi," katanya.
Ketua Bidang Pengkajian dan Pengembangan Perbanas Aviliani menilai secara umum permintaan kredit baru akan tumbuh mulai Oktober 2020. Saat ini perusahaan tidak bisa dipaksa untuk melakukan pinjaman karena akan memperbesar risiko yang harus ditanggung bank jika terjadi gagal bayar.
Bahkan, adanya penjaminan kredit dari pemerintah, dinilai belum akan mendorong permintaan kredit. Perusahaan masih akan memanfaatkan kredit lama mereka. Apalagi saat ini sejumlah proyek infrastruktur juga belum berjalan optimal.
"Saat ini kredit sindikasi yang tumbuh merupakan yang baru dicarikan, kalau baru rasanya belum ada, karena anggaran infrastruktur pemerintah kan sudah lari ke tempat lain karena Covid-19," katanya.