Bisnis.com, JAKARTA - Tahun 2020 tampak menjadi tahun yang amat berat bagi PT Bosowa Corporindo. Perusahaan ini harus menerima kenyataan hilangnya posisinya sebagai pemegang saham pengendali PT Bank Bukopin Tbk., serta kasus kredit macet yang membuat petingginya di tuntut sampai Rp7,1 triliun.
Meski demikian, petinggi Bosowa masih cukup memperjuangkan sekaligus mempertahankan haknya. Dalam cerita posisi PSP Bank Bukopin, Bosowa sebenarnya sudah mulai terancam sejak masuknya KB Kookmin Bank pertengahan 2018. Setelah itu, muncullah persoalan kredit bermasalah Bank Bukopin yang mendesak setiap pemegang saham menyuntikkan modal baru.
Sayangnya, proses penguatan modal emiten berkode BBKP ini berjalan alot sepanjang tahun lalu, sehingga membuat Bukopin harus mengambil langkah konservatif dalam pengembangan bisnisnya. Proses penyuntikkan modal berlanjut dan selesai pada tahun ini.
Namun, dalam prosesnya ada tarik ulur antara OJK, KB Kookmin Bank, Bosowa, dan bahkan pemerintah yang sempat ramai menghiasi pemberitaan di media massa. Direksi Bank Bukopin yang merupakan alumni Bosowa juga pada akhirnya keluar dan mencari kapal baru.
Bosowa tetap kehilangan posisi PSP yang kini dipegang oleh Kookmin Bank. Selain itu, Bosowa juga harus menelan janji Kookmin Bank, yang menyatakan niatnya untuk terus mengembangkan Bank Bukopin bersama Bosowa.
Baca Juga : Historia Bisnis: Berakhirnya Dualisme Bukopin |
---|
Bagi bosowa, kerugian cukup dalam. Apalagi posisi kepemilikan saat ini pun hanya 11,68%. Bahkan, Bosowa mendapat perintah dari OJK untuk melepas semua sahamnya di Bank Bukopin selambat-lambatnya tahun depan. Grup Bosowa yang didirikan Aksa Mahmud, Ipar Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, ini bahkan menaksir potensi kerugian dari divestasi ini lebih dari Rp3 triliun.
Apakah Bosowa akan tinggal diam? Tentu jawabannya adalah tidak. Dirut Bosowa Corporindo Rudyantho mengatakan pihaknya telah mengajukan tuntutan terhadap kesewenangan OJK dalam keberpihakan terhadap KB Kookmin Bank. Gugatan ini termasuk dengan pembatalan hak suara dalam rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPS-LB) terakhir.
"Kami akan ajukan gugatan lagi terhadap OJK ke pengadilan. Ini untuk gugatan terhadap OJK yang menganulir hak suara Bosowa. Banknya juga akan kami gugat terhadap pelaksanaan RUPS-LB kemarin" katanya. Sampai tulisan ini diturunkan, proses gugatan hak Bosowa ini masih berlanjut.
Bank Bukopin/Sumber: Laman Web Bosowa
Kini Keluarga Pemilik Bosowa Jadi Tergugat
Habis gelap terbitlah terang. Namun, tampaknya terang bagi Bosowa belum akan datang pada tahun ini. Gugatan kepada OJK yang diajukan ke pengadilan negeri masih belum ada hasil positif, kini Bosowa justru menjadi pihak tergugat.
Qatar National Bank Q.P.S.Q. melayangkan gugatan kepada pemilik Bosowa Corporindo Aksa Mahmud beserta beberapa anggota keluarganya senilai US$484,42 juta. Nilai tersebut setara dengan Rp7,1 triliun dengan asumsi kurs Rp14.700 per dolar AS. Pemilik Bosowa disinyalir mendapat gugatan setara Rp7,1 triliun tersebut karena penjaminan terhadap kredit yang telah jatuh tempo dan belum terbayar.
Berdasarkan Sistem Informasi Penerusan Perkara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, selain Aksa Mahmud pihak tergugat lainnya yaitu Erwin Aksa, Sadikin Aksa, dan Muhammad Subhan Aksa. Turut tergugat Mark Supreme Limited dalam perkara ini. Nomor Perkara ini adalah 562/Pdt.G/2020/PN Jkt.Pst dan didaftarkan pada Senin (5/10/2020) dengan klasifikasi wanprestasi.
Adapun, dalam petitumnya penggugat meminta majelis hakim PN Jakarta Pusat menerima dan mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya, menyatakan pada tergugat telah melakukan perbuatan cidera janji atas akta-akta perjanjian. Lalu, menghukum para tergugat untuk membayar seluruh kewajibannya kepada penggugat senilai US$352.906.689,53 untuk Fasilitas A dan US$131.512.474,23 untuk Fasilitas B ditambah bunga sebesar 6,36 persen per tahun terhitung sejak 31 Agustus 2020 hingga tanggal dilunasinya seluruh kewajiban pembayaran kepada penggugat.
Selain itu, menyatakan sah dan berharga sita jaminan (conservatoir beslag) yang dijatuhkan dalam perkara ini, menyatakan bahwa putusan ini harus dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij voorraad) meskipun ada upaya hukum banding dan kasasi serta perlawanan (verzet), dan memerintahkan turut tergugat untuk mematuhi putusan perkara ini, serta menghukum para tergugat untuk membayar segala biaya yang timbul dalam perkara ini.
Komisaris Utama Bosowa Corporindo Erwin Aksa menyebutkan gugatan tersebut masih baru didaftarkan. "Dan itu hal biasa dalam bisnis. Tak ada corporat di dunia tak memiliki masalah perdata. Dalam kasus QNB ini ada yang berusaha menggiring menciptakan opini publik," kata Erwin.
Erwin pun menyebutkan siap menghadapi gugatan perdata dari QNB di pengadilan. "Gugatan pedata ini sifatnya sengketa bisnis. Kami pun punya tuntutan yang mesti mendapatkan porsi keadilan kepada penuntut di depan hukum," terang Erwin.
Adapun, sebelum berinvestasi di Bank Bukopin, Bosowa lebih dulu menanamkan modal ke PT Bank QNB Indonesia. Meski rangkaian investasi dan divestasi belum jelas diketahui, tetapi Direktur Keuangan Bosowa Corporindo Evyana Mukti tak menampik divestasi perusahaan ini tergolong berhasil.
"[Untuk divestasi QNB], kami ada untung," sebutnya saat bertandang ke Bisnis Indonesia.
Erwin Aksa./Bisnis-Dwi Prasetya
Di luar masalah bisnis, para pemimpin Bosowa juga tak menjalani hidup dengan adem ayem, baik pribadi maupun politik. Erwin sebelumnya sempat di didiagnosa positif terinfeksi virus corona (Covid-19) meskipun kini dinyatakan sudah sembul total.
Erwin juga sempat berseteru dengan pendiri Polmark Indonesia Eep Saefullah Fatah. Bahkan, Erwin resmi melaporkan Eep ke polisi dengan pasal perbuatan tidak menyenangkan.
Kasus ini bermula ketika Appi-Rahman mengeluarkan meme hasil survei yang dilakukan oleh Polmark Indonesia di Pilwakot Makassar yang merupakan konsultan politik mereka.
Tentu sederet permasalahan yang dialami keluarga pemilik Grup Bosowa ini tak lepas juga dari kelesuan ekonomi, khususnya pada tahun ini, yang diakibatkan pandemi Covid-19. Akan tetapi, Bosowa pun juga tampaknya perlu melakukan pembenahan secara menyeluruh, agar investasinya tidak dilakukan setengah-setengah dan justru membuka potensi kerugian yang lebih besar.
Senior Faculty LPPI Moch Amin Nurdin berpendapat Bosowa perlu melakukan pembenahan secara menyeluruh terhadap proses bisnisnya, khususnya jika ingin tetap berkelanjutan di industri perbankan. Menurutnya, setiap keputusan yang diambil oleh OJK saat ini merupakan buntut dari kurangnya kemampuan perusahaan dalam membantu penerapan GCG pada bank miliknya.
"Kondisi saat ini memang cukup berat, karena sudah sangat personal antar insitusi. Namun, saya melihat OJK akan selalu tetap mengedepankan industri perbankan," ujarnya.
"Terlepas dari punya uang atau tidak ya, Bosowa bisa saja tidak akan melanjutkan aksi korporasinya dan fokus pada masalah hukum. Apalagi, Bank Bukopin ini dibeli dengan harga yang sangat murah," katanya.