Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menimbang Nasib Debitur, Jika Bermasalah Sebelum Pandemi Perlukah Dapat Keringanan?

Sebagai contoh, salah satu restrukturisasi dengan nominal terbesar yang terjadi sebelum pandemi, yakni dilakukan pada utang PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. yang melibatkan 10 bank besar dengan nilai Rp27,22 triliun.
Karyawan berada di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, Jumat (17/1/2020). Bisnis/Abdullah Azzam
Karyawan berada di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, Jumat (17/1/2020). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Debitur yang telah mendapatkan restrukturisasi sebelum pandemi, terancam semakin terpuruk karena relaksasi restrukturisasi di di masa pandemi hanya diberikan pada debitur yang terdampak Covid-19.

Sebenarnya, restrukturisasi kredit telah lumrah dilakukan perbankan, bahkan sebelum merebaknya pandemi. Sebagai contoh, salah satu restrukturisasi dengan nominal terbesar yang terjadi sebelum pandemi, yakni dilakukan pada utang PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. yang melibatkan 10 bank besar dengan nilai Rp27,22 triliun.

Berdasarkan catatan Bisnis, proses restrukturisasi utang emiten berkode KRAS tersebut memakan waktu cukup lama, kurang lebih sembilan tahun yakni terhitung dari 2019 hingga 2027. Selama periode tersebut, beban bunga yang harus ditanggung KRAS dapat diturunkan dari US$847 juta menjadi US$466 juta.

Hanya saja, adanya pandemi Covid-19 membuat aktivitas ekonomi terhambat sehingga memukul sektor usaha. Otoritas Jasa Keuangan pun merespon dengan kebijakan POJK 11/2020 yang memberikan relaksasi pada debitur terdampak Covid-19. Adapun, debitur yang telah bermasalah sebelum Covid-19 terjadi, tidak dapat menerima relaksasi tersebut.

Di saat ada wacana perpanjangan restrukturisasi kredit, debitur yang sebelumnya telah bermasalah sebelum Covid-19 pun tidak menentu nasibnya.

Ketua Bidang Kajian dan Pengembangan Perbanas Aviliani menilai debitur yang mendapatkan restrukturisasi sebelum Covid-19 terjadi akan kesulitan meminta perpanjangan relaksasi. Debitur-debitur bermasalah tersebut sudah tentu tidak dapat dibantu dengan kebijakan relaksasi berkaitan dengan pandemi Covid-19.

"Itu yang bikin kita deg-degan, yang itu otomatis harus membentuk CKPN, itu gak bisa dibantu dari sisi seperti restrukturisasi Covid-19," katanya, Rabu (7/10/2020).

Menurutnya, saat ini kebijakan yang mampu mengakomodsi debitur bermasalah sebelum Covid-19 masih dipertanyakan. Otoritas bisa saja memberikan pelonggaran penilaian kualitas kredit kepada debitur yang bermasalah tersebut.

"Itu yang sedang kita pertanyakan, apa ada pelonggaran dari NPL atau bagaimana, yang lebih menakutkan ya memang debitur sebelum 29 Februari 2020 yang sudah pernah restrukturisasi dan tidak punya kemampuan berusaha lagi karena Covid," sebutnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper