Bisnis.com, JAKARTA - Pandemi Covid-19 bakal mendorong Lembaga Pembiayaan Mikro lebih giat mencari nasabah, bukan hanya demi pemulihan ekonomi usaha kecil, namun juga demi menjaga kinerja keuangannya.
Hal ini terungkap dalam hasil survei Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2E LIPI) bertajuk 'Dampak Covid-19 terhadap Lembaga Pembiayaan Mikro' yang disampaikan pada Selasa (13/10/2020).
Tuti Ermawati, Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi LIPI menerangkan, dari hasil rapid assessment yang dilakukan, secara umum pandemi memang memengaruhi kinerja Lembaga Pembiayaan Mikro, khususnya kinerja keuangannya.
Mulai dari lini Bank Perkreditan Rakyat (BPR/BPRS), rumpun koperasi seperti koperasi simpan pinjam/Baitul Maal wa Tamwil/LKM/LKM, dan dua perusahaan pelat merah PT Pegadaian (Persero) dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero), keempatnya terpengaruh baik dari sisi saving performance, credit performance, dan business performance.
"Secara spesifik terjadi penurunan jumlah simpanan dan nasabah yang menabung, jumlah pinjaman yang disalurkan dan nasabah yang meminjam, dan naiknya non-performing loan [NPL], net cash flow dan laba bersih turun, tapi jumlah SDM tetap," jelasnya, Selasa (13/10/2020).
Dari sisi saving performance, didominasi turunnya jumlah simpanan (40,8 persen) dan turunnya nasabah yang menabung (42,2 persen). Hanya 23,8 persen yang menyatakan jumlah simpanannya naik, dan 35 persen yang menyatakan jumlah nasabahnya naik.
Baca Juga
Dalam hal ini, Pegadaian masih merasakan kenaikan nasabah yang menabung mencapai 56,6 persen. Dari BPR/BPRS, masih ada 31,5 persen lembaga yang merasakan kenaikan nasabah dan 18,5 persen mengalami kenaikan jumlah simpanan. Adapun, rumpun koperasi hanya ada 16,2 persen yang mengalami kenaikan jumlah simpanan dan 12,2 persen yang mengalami kenaikan nasabah yang menabung.
Dari sisi performa kredit, Lembaga Keuangan Mikro di seantero Indonesia justru didominasi kenaikan jumlah pinjaman yang disalurkan (46,9 persen) berbanding yang turun (43,3 persen).
Tuti menjelaskan hal ini terdongkrak karena Pegadaian yang masih membawa kenaikan jumlah pinjaman 66,4 persen dari kantor cabangnya. Disusul BPR/BPRS (44,4 persen), rumpun koperasi (25,7 persen), dan PNM (16,7 persen).
Kinerja NPL pun menunjukkan hal serupa di mana 72,9 persen kantor Lembaga Pembiayaan Mikro ini mengalami peningkatan. Dalam mengatasi hal ini, survei membuktikan bahwa 89,9 persen lembaga sepakat proaktif terhadap penagihan jadi kunci, disusul memotivasi pribadi nasabah.
Sementara itu, demi menjaga kinerja keuangan lembaga, sekaligus agar investor dan nasabah tak menarik dananya, 68,8 persen sepakat proaktif mencari nasabah baru jadi kunci di tengah pandemi ini.
"Keempatnya tampak mengutamakan hal ini sebagai prioritas. Pegadaian, PNM, BPR/BPRS proaktif mencari nasabah disusul memberikan promo undian atau merchandise. Sementara koperasi, LKMS, dan BMT, memilih proaktif mencari nasabah disusul menawarkan suku bunga atau bagi hasil yang lebih kompetitif," ungkap Tuti.
Digitalisasi Jadi Kunci Adaptasi
Sementara itu, dari sisi strategi internal para lembaga keuangan mikro dan langkah adaptasi di tengah pandemi Covid-19, digitalisasi jadi kunci utama untuk bertahan di tengah pandemi Covid-19.
Sebanyak 56,4 persen lembaga keuangan mikro memilih strategi digitalisasi laporan disusul kerjasama dengan lembaga keuangan lain (47,6 persen), dan penurunan target penyaluran pinjaman (43,6) persen, untuk bertahan hidup.
Digitalisasi laporan dominan dipilih oleh para kantor cabang Pegadaian dan PNM. Sementara penurunan target penyaluran pinjaman dipilih hingga 66,2 persen rumpun koperasi dan separuh rumpun BPR, seimbang dengan yang memilih kerja sama dan digitalisasi.
"Dalam hal ini, rupanya perombakan manajemen dan langkah mengurangi pegawai tidak jadi opsi utama, karena persentasenya kecil sekali," jelas Tuti.
Sementara dari strategi adaptasi, penerapan layanan digital jadi prioritas dengan porsi sebesar 73,6 persen, disusul perbaikannya infrastruktur IT (51,1 persen), dan diversifikasi produk (41,7 persen).
"Hanya rumpun koperasi yang memilih penerapan layanan digital sebagai nomor dua, diversifikasi produk simpan pinjam ternyata lebih menjadi prioritas. Tapi Pegadaian, PNM, dan BPR/BPRS sama-sama memprioritaskan kedua hal berkaitan dengan IT tersebut," tambahnya.
Pada akhirnya, 55,7 persen para lembaga keuangan mikro ternyata tetap optimis bahwa dalam enam bulan ke depan keadaan akan membaik. Sementara 70,6 persen optimistis keadaan membaik ini akan terjadi pada 12 bulan mendatang.
"Inilah kenapa dalam jangka pendek, peningkatan kapasitas keuangan, dan bisnis berbasis digital lembaga pembiayaan mikro melalui peningkatan infrastruktur dan digitalisasi aktivitas bisnis," jelasnya.