Bisnis.com, JAKARTA - Pendanaan perusahaan teknologi finansial (fintech) masih seksi buat investor walaupun kecenderungan 'wait n see' masih akan terus ada, selama dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian belum mereda.
Bahkan, bagi fintech payment atau pembayaran dan peer-to-peer lending atau pendanaan bersama yang kinerja secara umum terbilang moncer sekalipun.
"Kami lihat di market kebanyakan fintech saat ini cukup struggling untuk fundraising, mengingat secara cyclical memang ter-impact selaras dengan ekonomi secara keseluruan. Terutama untuk yang berbasis lending," ungkap VP of Investments MDI Ventures Aldi Adrian Hartanto kepada Bisnis, Senin (26/10/2020).
Secara statistik, kedua jenis fintech ini, tepatnya di wilayah Asia Tenggara, memang masih menjadi perhatian investor.
Riset S&P Global pun mengungkap pendanaan fintech terbesar pada kuartal II/2020 berbasis di Asean senilai US$455 juta disusul Australia senilai US$371 juta.
Sementara India yang sebelumnya menjadi incaran investor dengan pangsa pendanaan mencapai 42,9 persen, terjun ke 38 persen dengan angka US$339 juta.
Dari segi segmen, pendanaan di fintech payment menjadi juara di angka US$623 juta, disusul digital lending di angka kisaran US$400 juta lebih, disusul banking technology, investment & capital markets technology, financial media & data, serta insurance technology.
Menurut Aldi, gambaran ini memang nyata, namun ceritanya pasti berbeda pada kuartal III/2020 dan akhir tahun, menilik dampak Covid-19 di negara-negara Asean termasuk Indonesia baru terasa buat para perusahaan fintech.
"Menurut kami ini mostly karena deal-nya memang sudah close sebelum Covid-19 mulai spread di Asia Tenggara. Di kita sendiri [Indonesia] kan Maret 2020. Jadi, kebanyakan mereka baru announce saja pada saat itu," tambahnya.
Namun demikian, Aldi menjelaskan pihaknya selaku perusahaan modal ventura besutan Telkom Group masih menaruh harapan besar pada perusahaan fintech potensial.
Terutama, sesuai fokus MDI Ventures sebagai pendana tahap awal dan menengah di kawasan Asia Tenggara dan global, lewat memberdayakan pertumbuhan kewirausahaan digital dan membantu membangun ekosistem startup di Indonesia.
Artinya, pihaknya tak menutup mata bagi perusahaan fintech yang bisa ikut menguntungkan dan memperkuat lini bisnis digital Telkom dari sisi konektivitas, platform, dan layanan.
"Interest untuk invest dari investor secara umum tetap ada. Tetapi saat ini sedang wait and see dulu melihat siapa yang impact-nya paling limited dan dapat recover duluan, karena pandemi ini jadi ajang validasi untuk melihat pemain fintech mana yang memang fundamentalnya baik," ungkap Aldi.
Sekadar informasi, Aldi mengungkap hal ini pun tercermin dari riset pihaknya bersama Finch Capital dan Dealroom.co bertajuk 'The Future of Fintech in SEA'.
Dalam laporan tersebut, valuasi dari ekosistem fintech di Singapura senilai US$60 miliar, Indonesia US$35 miliar, dan Vietnam US$5 miliar, jelas menjadi peluang besar dan tak mungkin dilewatkan.
Dari sisi ketertarikan modal ventura (MV), fintech di Asia Tenggara menjadi ekosistem terbesar yang ter-backup investor MV dari sisi jumlah, yaitu 484 perusahaan MV. Angka ini bahkan mengalahkan sektor marketplace, health, proptech, dan mobility.
Sementara total nilai pendanaan, gelontoran dana MV ke sektor fintech di Asian menjadi nomor 4 terbesar senilai US$4,6 miliar, di bawah sektor mobility (US$15,4 miliar), marketplace (US$7,3 miliar), dan foodtech (US$4,9 miliar).