Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang menyoroti struktur industri teknologi finansial peer-to-peer lending (fintech P2P lending) di Indonesia yang tampak masih timpang.
Deputi Direktur Pengaturan, Penelitian dan Pengembangan Fintech OJK Munawar Kasan mengungkapkan inilah alasan kenapa pihaknya kini menghentikan sementara pendaftaran fintech P2P lending baru, sekaligus mempersiapkan regulasi yang lebih relevan terkait hal ini.
"Menurut catatan kami, struktur industri ini masih timpang karena dari 154 penyelenggara, 80 persen pangsa outstanding hanya dikontribusikan dari 21 penyelenggara atau 13,5 persen saja dari jumlah total perusahaan P2P lending," jelasnya dalam diskusi virtual bersama Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Rabu (25/11/2020).
Artinya, 133 platform lain hanya berkontribusi di pangsa outstanding 20 persen. Adapun, 10 penyelenggara fintech P2P lending teratas ternyata berkontribusi hingga 61,68 persen dari outstanding keseluruhan.
Oleh sebab itu, harapannya dengan keluarnya rencana regulasi baru terkait P2P lending, kualitas dari para penyelenggara pun bisa lebih terjaga dan lebih merata.
Terkini, Munawar menyampaikan bahwa pembuatan regulasi baru ini masih berjalan, tepatnya berada di tahap meminta tanggapan dan pendapat dari berbagai stakeholder.
"Regulasi itu isinya salah satunya untuk menambah permodalan, supaya penyelenggara punya good corporate governance lebih bagus. Dari sisi perlindungan konsumen juga lebih baik. Terakhir, supaya industri ini menambah penyaluran ke luar Jawa dan penyaluran sektor produktif karena kami ingin industri ini memiliki nilai tambah yang lebih besar," ungkapnya.
Turut hadir perwakilan DSResearch Teuku Amir Karimuddin yang mengungkap hal serupa terkait masih banyaknya fintech P2P lending kecil dan minimnya layanan penyaluran pendanaan ke luar Jawa.
Dari hasil penelitian kepada para anggota AFPI, riset DSResearch menjelaskan baru 16 persen fintech lending yang memiliki total penyaluran pinjaman lebih dari Rp1 triliun. Hampir separuh anggota AFPI baru bisa menyalurkan Rp50 miliar.
Terdapat 57 perusahaan fintech lending yang fokus di pinjaman sektor produktif, 30 startup di sektor konsumtif, dan 6 persen fokus ke pinjaman syariah, sisanya campuran.
Sebanyak 91,1 persen fintech lending anggota AFPI membuka layanan di Jabodetabek, disusul seantero Jawa 84,9 persen, Sumatra 66,4 persen, dan hanya ada 37,7 persen yang layanannya sudah merangkul pengguna di Maluku dan Papua.
Oleh sebab itu, Amir menyarankan agar para penyelenggara bersama AFPI mulai memperluas area layanannya, dengan memutakhirkan sistem credit scoring yang lebih baik, serta berkolaborasi dengan institusi lain yang bisa mendukung penyaluran pinjamannya.