Bisnis.com, JAKARTA - Pandemi Covid-19 telah merebak selama setahun di Indonesia dan berdampak pada terkontraksinya perekonomian, pertama kalinya sejak krisis 1998 lalu.
Dari sisi moneter, Bank Indonesia (BI) telah memangkas suku bunga acuan atau BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 150 basis poin hingga ke level terendah 3,50 persen.
“BI sudah sangat agresif menurunkan suku bunga BI menjadi 3,5 persen,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo, belum lama ini.
Dengan suku bunga acuan yang telah berada pada level terendah, Perry mengatakan bahwa ruang penurunannya pun sudah sangat terbatas ke depan.
Menurut Perry, Bank Sentral selama masa pandemi telah berupaya keras menggunakan seluruh instrumen kebijakannya untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional.
Di samping kebijakan suku bunga, BI juga telah melakukan penambahan likuiditas atau quantitative easing (QE) di perbankan. Per 16 Februari 2021, QE yang dilakukan BI telah mencapai Rp750,38 triliun atau setara dengan 4,86 persen dari PDB sejak 2020 lalu.
Baca Juga
“BI telah menambah likuiditas di perbankan sebesar Rp750,38 triliun atau 4,86 persen dari PDB, termasuk salah satu yang terbesar di emerging market,” kata Perry.
Selain itu, BI juga telah melakukan pembelian surat berharga negara (SBN) dengan skema burden sharing sebesar Rp40,77 triliun, mulai dari awal tahun hingga 16 Februari 2021, sesuai dengan keputusan bersama BI dengan Menteri Keuangan pada 16 April 2020 yang diperpanjang hingga 31 Desember 2021.
Pada Rapat Dewan Gubernur BI Februari 2021 lalu, Bank Sentral juga memutuskan untuk melonggarkan rasio Loan To Value (LTV) untuk kredit pemilikan rumah hingga 100 persen dan pelonggaran uang muka 0 untuk kredit kendaraan bermotor hingga 0 persen untuk mendorong konsumsi masyarakat.
“BI sudah all out di semua instrumen bersinergi untuk memulihkan ekonomi,” jelasnya.