Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia menilai banyak pelaku usaha yang tertarik dengan produk keuangan syariah tetapi masih belum tersentuh dari sisi pembiayaan.
Kepala Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia (BI) M. Anwar Bashori menjelaskan bahwa inilah yang disebut gap pembiayaan syariah.
Menurutnya, banyak pelaku usaha terutama UMKM di Indonesia yang sebenarnya tertarik dengan produk keuangan syariah. Tapi, kebanyakan masih mengakses pembiayaan lewat lembaga jasa keuangan konvensional dan memandang belum banyak produk syariah yang bisa jadi pilihan.
"Memang gap antara ekonomi syariah dan pembiayaan syariah itu salah satu kendala. Kebetulan ini bukan hanya di sini, tetapi di seluruh dunia pun linkage ini belum ada. Contoh, makanan halal itu baru pendekatan end product, harus dari bahan-bahan halal, tetapi belum memasukkan unsur pembiayaannya yang juga berbasis syariah," jelas Anwar dalam ALAMI Fest 2021, Jumat (16/4/2021).
Dia menyatakan hal inilah yang membuat pemerintah memprioritaskan lima sektor rantai pasok halal yang ke depannya bisa dirangkul oleh lembaga keuangan syariah, yaitu pelaku industri makanan halal, pertanian terintegrasi, pariwisata ramah Muslim, dan fesyen halal.
Keuangan dan sektor riil yang berbasis syariah pun disebut harus mampu berjalan beriringan melalui value chain halal yang dinamis, dalam hal kelembagaan, serta infrastruktur pendukung di ranah digital.
Baca Juga
Anwar mencontohkan potensi pembiayaan syariah bisa terlihat dari suatu pesantren yang sudah bisa berdiri sendiri dengan mengelola usaha pertanian atau perikanan, Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang punya produk halal spesifik atau menarget masyarakat Muslim, serta usaha besar yang mau memberdayakan UMKM untuk menjadi value chain miliknya di sektor syariah.
"Kita menghindari jangan sampai ujungnya ekspor-impor barang dan jasa berbasis syariah kita defisit, sehingga kita sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia tidak bisa menikmati pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah dunia, tetapi hanya sebagai pasar," tambahnya.
Pengamat Kebijakan Publik & Peneliti Senior Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani sepakat bahwa Indonesia bisa menjadi raksasa ekonomi syariah ke depan apabila mampu mengurangi gap pembiayaan syariah.
Oleh sebab itu, perlu ada uluran tangan dari pemerintah untuk pelaku usaha dan UMKM sektor informal yang menerapkan halal lifestyle atau sudah menerapkan prinsip syariah secara penuh dalam mengelola usahanya. Salah satunya untuk mengambil produk keuangan atau akses pembiayaan berbasis syariah.
"Pelaku usaha yang menerapkan konsep syariah, bisa mendapatkan insentif perpajakan. Sudah banyak cerita contoh karyawan perusahaan yang makmur, karena tempatnya bekerja sudah menerapkan prinsip bagi hasil. Insentif ini perlu supaya value ini menular ke banyak sektor informal lain," jelasnya.
Aviliani optimistis ekonomi syariah di Indonesia berpotensi tumbuh positif ke depan, karena Indonesia telah memiliki perbankan syariah besar serta punya banyak pilihan teknologi finansial (tekfin) berbasis syariah yang berkembang.
Selain itu, tumbuhnya kepercayaan masyarakat pun tercermin dari mulai maraknya kaum muda yang tertarik dan mulai menjadi investor Surat Berharga Syariah Negara dan banyaknya korporasi besar yang mulai menerbitkan surat utang berbentuk sukuk.