Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia memberikan insentif guna meningkatkan kinerja kartu kredit. Kendati demikian, optimalisasi potensi kredit konsumsi ini masih tampak berat. Perbankan pun dihadapkan dengan pendapatan yang makin tipis.
Adapun, Bank Indonesia mengumumkan akan menurunkan batas maksimum suku bunga kartu kredit menjadi dari 2 persen menjadi 1,75 persen per bulan. Kebijakan ini akan berlaku mulai Juli 2021.
Sayangnya, BI tak menjelaskan lebih lanjut terkait kebijakan kartu kredit lainnya. Dengan demikian, nilai pembayaran minimum tetap berdada pada 5 persen. Besaran denda keterlambatan pun tetap 1 persen.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan, baki kredit menggunakan kartu per Februari 2021 tercatat Rp73,01 triliun, turun dari periode sama tahun lalu Rp85,29 triliun.
Rasio non-performing loan (NPL) kredit segmen ini tercatat 2,76 persen. Meski tampak masih terkelola, tetapi sudah meningkat cukup signifikan dari tahun lalu 2,22 persen.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Moch Amin Nurdin menyampaikan regulasi saat ini lebih menunjukkan stance otoritas moneter dalam meningkatkan konsumsi.
Hanya saja, kondisi saat ini masih belum dapat memungkinkan bagi nasabah kartu kredit dan perbankan untuk meningkatkan penggunaan kartu kreditnya.
"Semangatnya sangat bagus. Tapi efektifitas tetap tidak akan signifikan. Sama seperti tahun lalu yang mana BI juga memangkas suku bunga kartu kredit," katanya, Rabu (26/5/2021).
Dia menjelaskan mobilitas masyarakat saat ini masih sangat terbatas. Masyarakat masih tetap tidak mampu menyalurkan kebutuhan plesir.
Perkembangan penyebaran virus juga masih cukup mengkhawatirkan dan terus membuat pemerintah daerah melakukan kebijakan pembatasan mobilitas lanjutan.
Di luar itu, nasabah perbankan saat ini juga diberi banyak pilihan dengan munculnya metode paylater dari banyak teknologi finansial yang juga memangkas pasar kartu kredit.
Bahkan, rate margin yang ditawarkan teknologi finansial jauh lebih bersaing dengan metode pengajuan yang lebih sederhana.
"Bagaiamana pun 1,75% per bulan itu tetap mahal. Kalau dilihat lebih jauh lagi, pasar kartu kredit sudah masuk pasar jenuh. Perbankan hanya mempertahankan pasarnya. Kita juga bahkan lihat ada bank asing yang sudah keluar dari pasar ini," jelasnya.
Lebih lanjut Amin mengatakan penurunan ini justru akan menggerus pandapatan perbankan karena sifatnya mandatori.
Belum lagi, kualitas dari kredit segmen ini juga masih perlu diperhatikan karena sering menjadi prioritas terkahir dalam pelunasan cicilan kredit konsumsi nasabah perbankan.