Bisnis.com, JAKARTA — Penyelesaian kasus asuransi Jiwasraya menjadi sentimen positif bagi industri asuransi dan pasar modal pada umumnya. Skema restrukturisasi melalui pengalihan polis dapat menjadi model penyelesaian kasus serupa di kemudian hari.
Dosen Asuarani Fakultas Hukum Universitas Indonesia Kornelius Simanjuntak mengatakan bahwa mencuatnya kasus yang dialami PT Asuransi Jiwasraya (Persero) membuat masyarakat panik. Pasalnya, sebelum kasus itu muncul ke publik, pemegang polis masih bisa menikmati manfaat polis.
“Masyarakat bertanya, kok bisa begini karena tidak ada bayangan Jiwasraya dapat tumbang. Itu shock bagi masyarakta umum dan pemegang polis khususnya,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (4/6/2021).
Kornelius menuturkan, kasus Jiwasraya berdampak pada industri asuransi Tanah Air karena merupakan salah satu perusahaan besar dan tertua di Tanah Air. Tambah lagi, kasus itu muncul pada pada periode sulit lantaran pandemi Covid-19.
Namun, yang tidak boleh dilupakan, katanya, ialah keterlibatan pemerintah untuk menyelamatkan Jiwasraya. Keterlibatan pemerintah itu meliputi dua hal, yakni sebagai pemegang saham dan penyelenggara negara yang melindungi masyarakat.
Dari sisi hukum, keterlibatan pemegang saham sejatinya berhenti ketika menyetor modal. Namun, pemerintah bertindak lebih dengan membantu menyelamatkan polis Jiwasraya melalui restrukturisasi.
Restrukturisasi melalui pengalihan portofolio ke IFG Life merupakan pilihan paling baik dibandingkan dengan dua pilihan lainnya. Dua opsi lain itu, yakni digugat pailit dan likuidasi yang dilanjutkan dengan pencabutan izin.
Kedua opsi lain itu memiliki kelemahan karena aset Jiwasraya hanya sekitar Rp15 triliun, sedangkan kewajiban yang dimilikinya mencapai Rp50 triliun. Dengan aset yang terbatas dan tidak likuid, maka butuh waktu panjang untuk menyelesaikannya dan pemegang polis belum tentu mendapatkan sesuai dengan yang diinginkan.
“Tidak ada untung bagi nasabah, proses lama, aset tidak likuid. Nilai aset Rp15 triliun, sementara kewajiban Rp50 triliun. Hasil penjualan belum tentu dapat Rp10 triliun,” tambahnya.
Kornelius menjelaskan, upaya pemerintah melalui restrukturisasi merupakan langkah yang sangat baik dibandingkan dengan beragam kasus asuransi sebelumnya yang hingga saat ini tidak jelas penyelesaiannya.
Dia berharap, kasus serupa Jiwasraya tidak terjadi lagi di kemudian hari. Namun, restrukturisasi dapat menjadi salah satu penyelesaian, sehingga masyarakat diminta untuk tetap optimistis pada upaya pemerintah menyelamatkan Jiwasraya.
Menurutnya, kemakmuran suatu negara juga tergantung pada inklusi keuangan sehingga asuransi punya masa depan yang baik di Indonesia. Hal paling nyata terkait peran industri asuransi bagi kemakmuran ialah jaminan kesehatan, dana pensiun hingga BPJS.
“Jangan menjadi takut, kemudian tidak berasuransi. Itu keliru. Perusahaan asuransi masih sangat banyak,” imbuhnya.