Bisnis.com, JAKARTA — Keberadaan jaminan sosial kesehatan dinilai menyelamatkan masyarakat dari rencana pengenaan pajak pertambahan nilai atau PPN, salah satunya ke sektor kesehatan. Namun, rencana pengenaan pajak itu sendiri dinilai perlu dikaji lebih objektif agar tidak membebani masyarakat, khususnya menengah ke bawah.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai bahwa pengenaan PPN akan berdampak pada pengeluaran biaya fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Jika itu terjadi, pemerintah pun dinilai perlu menyesuaikan besaran tarif Indonesian Case Base Groups (INA-CBGs) dan kapitasi.
Timboel menilai bahwa penyesuaian tarif INA-CBGs akan perlu dilakukan untuk memastikan fasilitas kesehatan mampu melakukan pelayanan yang lebih baik lagi, yang nantinya akan memengaruhi kepuasan masyarakat terhadap BPJS Kesehatan.
Oleh karena itu, rencana pengenaan PPN pun harus didasari pertimbangan sangat luas, termasuk bagi pelayanan kesehatan.
"Bagi masyarakat yang memang belum menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional [JKN], bila takut dengan pengenaan PPN, ya sebaiknya segera daftar menjadi peserta JKN, bergotong royong di JKN," ujar Timboel pada Senin (14/6/2021).
Di sisi lain, BPJS Watch menilai bahwa rencana pengenaan PPN di sektor kesehatan tidak akan berdampak langsung terhadap peserta JKN, karena pembiayaan kuratifnya ditanggung oleh BPJS. Pasal 68 Peraturan Presiden 82/2018 tentang JKN pun mengamanatkan peserta tidak boleh dimintai biaya atas manfaat sesuai haknya.
Meskipun begitu, pengenaan PPN tetap berpotensi meningkatkan beban pengeluaran fasilitas kesehatan. Tarif INA-CBGs pun, menurut Timboel, harus dipertimbangkan kembali penyesuaiannya dengan memperhatikan perkembangan kebijakan PPN dan inflasi yang terus terjadi.
Timboel menilai bahwa meningkatnya biaya layanan kesehatan di fasilitas kesehatan akan memengaruhi arus kas dana jaminan sosial (DJS) kesehatan, yang defisitnya baru saja terselesaikan. Jika defisit itu kembali terjadi karena beban layanan yang tinggi, pemerintah yang kemudian akan menanggungnya melalui anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Jika upaya 'menambal' pengeluaran APBN dilakukan dengan penyesuaian iuran, maka kenaikan iuran segmen penerima bantuan iuran (PBI) untuk rakyat miskin pun akan ditanggung negara, termasuk sebagian komponen iuran dari segmen pekerja penerima upah (PPU) APBN.
"Mungkin untuk iuran peserta PPU dan mandiri akan berdampak, namun hal itu sebagai bagian dari nilai gotong royong dari kelompok masyarakat mampu seperti PPU dan mandiri. Jadi, untuk rencana pengenaan PPN di sektor kesehatan tidak perlu dikhawatirkan [oleh peserta]," ujar Timboel.
BPJS Watch menilai bahwa pemerintah perlu melakukan kajian yang lebih objektif terhadap rencana pengenaan PPN, baik di sektor kesehatan, pendidikan, terlebih untuk sembilan bahan pokok (sembako). Kebijakan itu dinilai jangan sampai memberatkan masyarakat, khususnya segmen menengah ke bawah.
"Kalau harga sembako naik maka masyarakat miskin akan terdampak secara signifikan, tapi untuk masyarakat menengah ke atas kenaikan harga tersebut relatif bisa diatasi, sehingga masyarakat menengah ke atas masih mampu mempertahankan kualitas sembako yang dikonsumsinya selama ini," ujar Timboel.