Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bos BI: Kebijakan Suku Bunga Acuan Diarahkan Tetap Rendah Hingga Akhir 2021

Perry mengatakan, kebijakan suku bunga acuan akan tetap diarahkan rendah, kebijakan likuiditas yang longgar pun akan terus dilanjutkan hingga akhir 2021 untuk mendorong pemulihan ekonomi.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan melalui streaming di Jakarta, Rabu (18/8/2020), Dok. Bank Indonesia
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan melalui streaming di Jakarta, Rabu (18/8/2020), Dok. Bank Indonesia

Bisnis.com, JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan bahwa seluruh instrumen kebijakan BI akan diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Perry mengatakan, kebijakan suku bunga acuan akan tetap diarahkan rendah, kebijakan likuiditas yang longgar pun akan terus dilanjutkan hingga akhir 2021 untuk mendorong pemulihan ekonomi.

Hal ini dilakukan sejalan dengan tingkat inflasi yang rendah. BI memperkirakan inflasi tahun ini akan berada pada kisaran 2 hingga 4 persen.

“Kebijakan suku bunga rendah akan kami pertahankan, kebijakan likuiditas super longgar akan kami pertahankan,” katanya dalam dalam konferensi pers KSSK kuartal III/2021, Jumat (6/7/2021).

Perry menyampaikan, kebijakan moneter yang longgar tersebut akan tetap dilakukan hingga BI melihat adanya tanda-tanda kenaikan inflasi di awal 2022.

Namun, laju inflasi pada awal 2022 pun diperkirakan masih akan tetap rendah dan instrumen kebijakan BI masih dibutuhkan untuk mendorong pemulihan ekonomi.

“Kebijakan BI tahun depan masih cenderung pro growth, meski kami akan menakar kalau ada kenaikan inflasi,” jelasnya.

Meski demikian, Perry menambahkan, jika BI diharuskan melakukan pengurangan stimulus, maka penarikan likuiditas yang berlimpah di pasar uang dan perbankan akan dilakukan secara bertahap, tanpa mengganggu penyaluran kredit dan pemulihan ekonomi.

BI pun berkomitmen terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah melalui kebijakan triple intervention, baik di pasar spot, domestic non-deliverable forwards (DNDF), maupun melalui koordinasi BI dan Kemenkeu.

“Sehingga dampak dari ketidakpastian global terhadap stabilitas nilai tukar rupiah dan imbal hasil SBN dapat dikelola,” jelas Perry.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Editor : Ropesta Sitorus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper