Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengajak perbankan mengubah cara kerja melalui transformasi digital untuk menjaga laba tetap baik, meski margin bunga bersih (net interest margin/NIM) ditekan.
Hal ini sebagai respons atas NIM perbankan yang cenderung lebih tinggi pada tahun ini. Data Statistik Perbankan Indonesia (SPI) OJK menunjukkan adanya peningkatan NIM sejak awal tahun.
NIM pada posisi Mei 2021 sebesar 4,66 persen, lebih tinggi dari posisi Desember 2020 sebesar 4,45 persen. Adanya peningkatan NIM juga pernah disinggung Bank Indonesia dalam hasil rapat RDG Juli kemarin, yang menyebutkan adanya peningkatan margin keuntungan yang masih berlanjut pada kelompok KCBA dan Bank BUMN.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan terkait margin bunga bersih (net interest margin/NIM) yang masih relatif masih tinggi menurut persepsi masyarakat, sebetulnya hal itu merupakan mekanisme pasar perbankan.
Dengan semakin tingginya literasi keuangan masyarakat, diharapkan masyarakat akan memilih bank yang memberikan layanan yang lebih berkualitas daripada iming-iming suku bunga.
Suku bunga kredit yang kompetitif atau lebih rendah dibanding bank-bank pesaing, akan menjadi faktor utama menarik debitur yang pada gilirannya akan menekan bank untuk menurunkan NIM.
Penurunan NIM harus diikuti dengan peningkatan efisiensi operasional sebagai kompensasinya sehingga bottomline (net profit) bank tetap terjaga baik. Efisiensi operasional bisa dilakukan dengan mengubah cara kerja bank melalui transformasi digitalnya.
"Paralel dengan itu, di masa pandemi ini diperlukan upaya cerdas untuk mendorong kenaikan fee based income [pendapatan non bunga] melalui layanan digital transactional banking," katanya dalam media briefing, Minggu (8/8/2021).
Wimboh menambahkan NIM yang meningkat karena kecakapan bank dalam mengelola pendapatan bunga dengan beban bunga. Hal itu yang menyebabkan NIM terkesan naik.
"Kami tahu setiap individual bank harus menjaga NIM pada level tertentu untuk dapat mempertahankan kinerjanya," imbuhnya.